Kamis 21 Jul 2022 06:03 WIB

Legislator Ini Khawatir 'Gunung Es' Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan 

Peserta didik berhak mendapatkan lingkungan yang aman dan terlindungi dari kekerasan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Netty Prasetiyani
Foto: Republika/Edi Yusuf
Netty Prasetiyani

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Terjadinya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan beberapa waktu terakhir, menimbulkan kekhawatiran banyaknya kasus yang belum terungkap. Pemerintah pun diminta menindaklanjuti pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya. 

Hal itu diungkapkan anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani. Dia mengaku, khawatir munculnya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan belakangan ini merupakan fenomena gunung es yang menimpa peserta didik.

"Saya khawatir ini menjadi indikator fenomena gunung es, kasus sebenarnya jauh lebih banyak. Kondisi ini tentu menodai lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan jati diri dan karakter anak bangsa," kata Netty, saat memberikan sosialisasi UU TPKS di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Al Islah, Bobos, Kabupaten Cirebon, Rabu (20/7). 

Menurut Netty, peserta didik berhak mendapatkan lingkungan yang aman dan terlindungi dari kekerasan. Mereka juga berhak jauh dari ancaman bahaya. 

"Mereka berpeluang mengisi pos-pos penting di masyarakat maupun negara di masa depan. Bagaimana nasib mereka jika mengalami kejahatan seksual dalam masa pendidikannya," ucap dia. 

Netty menambahkan, salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan adalah karena pelaku merasa memiliki kekuasaan. Pelaku juga merasa berhak berlaku sewenang-wenang pada peserta didik.

"Kekuasaan pelaku akhirnya membuat korban tidak berdaya dan takut melapor," tegas Netty.

Untuk mencegah kasus TPKS, Netty pun meminta, kepada pemerintah agar menindaklanjuti pengesahan UU TPKS dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya. Dia menilai, payung hukum berupa undang-undang saja tidak cukup. 

"Diperlukan respon institusi pendidikan untuk membuat regulasi turunan, termasuk mekanisme preventif dan perlindungannya," ujarnya. 

Netty mengungkapkan, jika terjadi kasus TPKS, maka institusi pendidikan harus bergerak cepat merespon, melindungi korban dan membantu proses pelaporan. "Jangan malah ditutup-tutupi," tukas Netty. 

Sementara itu, terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan ternama di Jawa Timur, yang melibatkan tokoh lembaga tersebut, Netty meminta, pihak kepolisian melakukan upaya terbaik untuk mengungkap kebenarannya. Dia menyatakan, kasus itu sudah lama terjadi dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Penyelesaian kasus sesuai hukum secara adil dan transparan akan menjadi momentum penegakan hukum TPKS. 

"Indonesia harus memastikan menjadi negara yang bermartabat dengan adanya perlindungan terhadap perempuan, anak-anak dan semua warga negara dari segala bentuk perilaku kejahatan seksual," tandas Netty. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement