Legislator: TNI-Polri Perlu Ubah Pendekatan Penanganan Konflik di Papua

Selama ini pendekatan yang dilakukan TNI-Polri dinilai cenderung defensif

Selasa , 19 Jul 2022, 16:50 WIB
Orang tua korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Juda Gurusinga, Pendapaten Gurusinga (kiri depan) dan Mariati br Bangun (kanan depan) mengikuti prosesi pemakaman anaknya di Desa Sayum Sabah, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (18/7/2022). Juda Gurusinga merupakan salah satu korban penembakan KKB di Papua.
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Orang tua korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Juda Gurusinga, Pendapaten Gurusinga (kiri depan) dan Mariati br Bangun (kanan depan) mengikuti prosesi pemakaman anaknya di Desa Sayum Sabah, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (18/7/2022). Juda Gurusinga merupakan salah satu korban penembakan KKB di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, mengecam keras serangan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menewaskan 10 warga sipil di Nduga, Papua. Dirinya memberikan sejumlah masukan kepada TNI-Polri terkait pola penanganan KKB di Papua.

“Pertama, TNI POLRI juga perlu untuk mengubah pola pendekatan pemberantasan KKB ini," kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/7/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan selama ini pendekatan yang dilakukan cenderung defensif dengan pola melindungi objek vital dan membangun pos-pos pengamanan. Menurut Sukamta sudah saatnya kini TNI-Polri memburu KKB sampai ke sarangnya.

"Proses penegakan hukum juga harus mengedepankan peran dan keterlibatan masyarakat sipil agar tidak terjadi salah sasaran,” ujarnya.

Kemudian, Sukamta memandang, perang opini publik juga harus dilakukan oleh TNI-Polri. Anggota KKB Papua yang bersembunyi atau sedang melakukan doktrinasi, penggalangan opini menurutnya jumlahnya belum terpetakan. Karena itu langkah-langkah pemetaan dan penangangan ideologi Papua Merdeka juga harus dilakukan sehingga tidak muncul anggota-anggota baru Papua Merdeka.

Pemerintah harus membentuk opini publik berlandaskan data, fakta kejadian dan situasi kondisi di Papua harus terbuka, jelas dan jujur informasinya agar tidak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok Papua Merdeka yang beroperasi dalam penggalangan opini publik.  

“Saat ini muncul upaya pembentukan opini bahwa TNI-Polri melakukan pelanggaran HAM di Papua. Informasi-informasi mengenai kejadian-kejadian krusial di Papua harus disampaikan secara terbuka jelas dan transparan agar publik tahu dan percaya bahwa TNI-Polri bertindak sesuai koridor hukum. Pun apabila ada oknum TNI-Polri bertindak diluar koridor penegakan hukum maka harus diproses secara tegas. Semua itu agar masyarakat Papua, rakyat Indonesia dan dunia percaya terhadap pemerintah Indonesia,” terang anggota dewan asal dapil DI Yogyakarta tersebut.

Selain penegakan hukum, Wakil Ketua Fraksi Bidang Politik Hukum dan HAM PKS DPR RI itu berharap pemekaran di Papua berdampak pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi kesejahteraan, kualitas hidup, pendidikan, kesehatan Orang Asli Papua (OAP) meningkat. Fraksi PKS DPR RI sangat mendukung pemekaran Papua asalkan benar-benar untuk peningkatan kualitas manusia Papua.

"Kemudian, pemerintah memperhatikan aspirasi rakyat Papua dan memiliki rencana strategis serta implementasi secara bertahap membangun manusia-manusia Papua. Pemekaran harus mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua dan Papua Barat yang hingga saat ini setiap tahun selalu berada di bawah rata-rata IPM nasional,” ujarnya

Dirinya juga menyoroti pelaksanaan Otonomi Khusus Papua yang sudah berlangsung selama 20 tahun. Ia menilai pemerintah pusat terkesan hanya memberikan dana dari pusat ke daerah, kemudian membiarkan dana tersebut dikelola secara bebas oleh pemerintah daerah Papua dan papua Barat.

“Dana puluhan triliun digelontorkan untuk Otsus namun dalam implementasi, pengawalan dan evaluasi terhadap hasil masih jauh sekali dari harapan rakyat Papua. Dana Otsus lebih banyak dialokasikan untuk untuk belanja birokrasi pemerintahan seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan kebutuhan layanan publik yang menyentuh rakyat secara langsung minim dan tidak berjalan baik,” tuturnya.