Senin 18 Jul 2022 15:35 WIB

Menlu Korsel Bertolak ke Jepang, Bahas Perselisihan Sejarah

Perselisihan muncul mulai dari kerja paksa selama perang hingga pengendalian ekspor.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin, kiri, dan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi berfoto sambil bertepuk tangan untuk saling menyapa sebelum pembicaraan mereka di Tokyo, Senin, 18 Juli 2022.
Foto: (Kim Kyung-Hoon/Pool Photo via AP
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin, kiri, dan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi berfoto sambil bertepuk tangan untuk saling menyapa sebelum pembicaraan mereka di Tokyo, Senin, 18 Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin bertolak ke Tokyo pada Senin (18/7/2022) dalam upaya melakukan rekonsiliasi dengan Jepang terkait perselisihan sejarah. Hubungan kedua negara telah terganggu selama bertahun-tahun akibat pendudukan Jepang di Korea pada 1910-1945.

Perselisihan muncul pada beragam isu, mulai dari kerja paksa selama perang hingga pengendalian ekspor. Namun, kedua negara telah mengungkapkan keinginan mereka untuk meningkatkan hubungan.

Baca Juga

Dalam kunjungan pertamanya ke ibu kota Jepang sejak Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mulai bertugas pada Mei, Park dijadwalkan akan bertemu mitranya, Menlu Yoshimasa Hayashi, pada Senin.

Kepada pers Park mengatakan dia akan menyampaikan kepada pihak Jepang bahwa Yoon memiliki keinginan kuat untuk meningkatkan hubungan kedua negara, menurut siaran televisi.

Sekutu kedua negara itu, Amerika Serikat, telah menekan Korsel dan Jepang untuk memperbaiki hubungan guna memastikan kerja sama yang lebih baik pada isu-isu seperti Korea Utara dan China. Para pejabat Korsel berharap kunjungan tingkat tinggi itu akan diisi dengan pembicaraan untuk mencari terobosan dalam penyelesaian konflik, kendati ada kekhawatiran bahwa kematian mantan PM Jepang Shinzo Abe akan mengubah prioritas kebijakan Jepang.

Lawatan Park bertujuan membuka jalan bagi pembicaraan serius tentang isu-isu terkait kerja paksa, yang terhenti ketika Korsel diperintah oleh pendahulu Yoon, menurut seorang pejabat senior yang menangani kebijakan Jepang pekan lalu.

Para pejabat Jepang juga menyinggung pentingnya peningkatan hubungan, tetapi mereka menunggu usulan Seoul untuk menyelesaikan sejumlah perselisihan. Salah satu perselisihan itu dipicu oleh putusan pengadilan Korsel untuk menyita aset-aset perusahaan Jepang yang dituduh tidak memberikan kompensasi kepada beberapa pekerja paksa selama pendudukan.

Mahkamah Agung Korsel diperkirakan akan mengeluarkan putusan akhir tentang likuidasi aset tersebut pada Agustus atau September. Namun, Jepang telah memperingatkan adanya konsekuensi serius jika putusan itu dijalankan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement