Ahad 17 Jul 2022 22:31 WIB

Salah Identifikasi Diduga Teroris, Tentara Togo Bunuh 7 Remaja Tak Bersalah

Tentara Togo mengakui salah identifikasi dari pembunuhan 7 remaja

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pembunuhan. Tentara Togo mengakui salah identifikasi dari pembunuhan 7 remaja
Ilustrasi pembunuhan. Tentara Togo mengakui salah identifikasi dari pembunuhan 7 remaja

REPUBLIKA.CO.ID, LOME -- Tentara Togo mengaku telah membunuh tujuh remaja pada 10 Juli lalu dalam sebuah ledakan di desa Margba, di Prefektur Tone, dekat perbatasan dengan Burkina Faso. 

Militer mengakui bahwa anak-anak berusia 14-18 tahun terkena serangan udara saat fajar setelah mereka dikira sebagai kelompok "jihadis" yang memasuki negara itu.  

Baca Juga

"Tragedi ini terjadi dengan latar belakang laporan intelijen yang konsisten tentang ancaman penyusupan oleh geng-geng bersenjata dengan tujuan melakukan serangan teroris terhadap daerah-daerah di bagian utara Togo," kata pernyataan itu dilansir dari Aljazirah, Jumat (15/7/2022). 

“Mengingat bahaya yang akan segera terjadi, dan bertekad untuk menangkal tindakan permusuhan apa pun yang dapat membahayakan penduduk, komando Operasi Koundjoare memperkuat pengawasan dan pengendalian daerah itu melalui darat dan udara.  Selama operasi inilah sebuah pesawat yang berpatroli malam secara keliru menargetkan sekelompok orang yang dikira sebagai barisan jihadis yang bergerak," tambahnya. 

Koundjoare adalah pos militer yang didirikan di kota itu sebagai bagian dari upaya untuk menggagalkan kemungkinan gerakan kelompok bersenjata di Burkina Faso untuk menyelinap ke negara itu. 

Pengakuan itu terungkap setelah penyelidikan diluncurkan menyusul kematian tujuh anak yang tewas saat mereka pulang larut malam dari perayaan Idul Adha.  Dua orang lainnya juga terluka. 

Pada saat itu, tentara Togo mengatakan ledakan menyebabkan kematian anak-anak tetapi tidak merinci penyebab ledakan. Sejak 13 Juni, wilayah Savanna berada dalam keadaan darurat sebagai bagian dari upaya pemerintahan Presiden Faure Gnassingbe untuk mengatasi aktivitas kelompok bersenjata yang tumpah dari Burkina Faso, pusat konflik di Sahel. 

Sedangkan pada Mei lalu, delapan tentara tewas dan 13 lainnya terluka di sebuah pos keamanan di wilayah Kpendjal di wilayah Savanna oleh orang-orang bersenjata yang tidak dikenal. Dan November lalu, pasukan keamanan menangkis serangan serupa oleh orang-orang bersenjata tak dikenal yang diyakini pemerintah berasal dari Burkina Faso. 

Louis Kamako, Sekretaris Jenderal Journaliste en Mission pour le Développement (JMD), sebuah organisasi masyarakat sipil menyambut permintaan maaf tentara dan meminta pihak berwenang untuk merawat keluarga para korban. 

“Kita harus mengakui bahwa reaksi Angkatan Bersenjata Togo ini adalah sebuah peristiwa. Sebuah peristiwa, karena di Togo kami terbiasa membuka penyelidikan tanpa pernah menutupnya.  Tapi yang ini tentang tentara dan temuan investigasi telah dirilis dalam 72 jam, jadi kami hanya bisa senang," kata Kamako. 

“Sekarang kita tahu temuannya, ini berarti bahwa negara harus memperhatikan orang tua korban dan berbicara kepada tentara yang terlibat dalam tragedi ini,” tambahnya. 

Aktivis hak asasi manusia Togo yang populer, Farida Nabourema, mengecam keras pemerintah. 

“Tingkat kecerobohan ini … ketika militer diktator berdarah @FEGnassingbe mengeksekusi anak-anak berusia antara 9 dan 15 tahun dengan dalih bahwa mereka mengira mereka teroris. Dapatkah mereka memberi tahu kami bagaimana mereka mengidentifikasi seorang teroris?. Seperti apa teroris itu?," katanya di Twitter. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement