Senin 18 Jul 2022 03:30 WIB

Hujan Intensitas Tinggi di Jabar dan Sekitarnya, Ini Kata BMKG

Fenomena La Nina di Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Awan hitam menyelimuti langit Jakarta, Kamis (4/11/2021). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini potensi curah hujan yang tinggi dan berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologis di sejumlah daerah akibat adanya fenomena La Nina yang di prediksi akan berlangsung dari akhir tahun hingga Februari 2022.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Awan hitam menyelimuti langit Jakarta, Kamis (4/11/2021). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini potensi curah hujan yang tinggi dan berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologis di sejumlah daerah akibat adanya fenomena La Nina yang di prediksi akan berlangsung dari akhir tahun hingga Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan, meskipun telah memasuki musim kemarau, curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia pada pekan depan. Hal ini disebabkan oleh masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan. Di antaranya, yaitu fenomena La Nina yang pada bulan Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.

"Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia," ungkap Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto dalam keterangan tertulis, Ahad (17/7).

Selain La Nina, kata Guswanto, fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.

Sementara itu, dalam skala regional, terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan, yaitu; MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.

"Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer," paparnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement