Ahad 17 Jul 2022 08:06 WIB

PBB Prihatin Atas Memburuknya Kekerasan Geng Bersenjata di Haiti

Sedikitnya 234 orang di Cite Soleil tewas atau terluka akibat kekerasan geng.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Warga Haiti membawa bendera di Port-au-Prince, Haiti, Jumat (15/7/2022).
Foto: AP Photo/Odelyn Joseph
Warga Haiti membawa bendera di Port-au-Prince, Haiti, Jumat (15/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menyatakan keprihatinan atas memburuknya kasus kekerasan geng bersenjata di Haiti. Mereka mendesak otoritas negara tersebut memastikan HAM penduduk di sana dilindungi.

“Kami sangat prihatin dengan memburuknya kekerasan di (ibu kota Haiti) Port-au-Prince dan meningkatnya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh geng bersenjata berat terhadap penduduk setempat,” ungkap juru bicara Kantor HAM PBB Jeremy Laurence, Sabtu (16/7/2022), dikutip laman TRT World.

Baca Juga

Dia mengatakan, pada 8-12 Juli lalu, sedikitnya 234 orang di Cite Soleil, lingkungan miskin dan padat di Port-au-Prince, tewas atau terluka akibat kekerasan geng bersenjata. "Sebagian besar korban tidak terlibat langsung dalam geng dan menjadi sasaran langsung oleh elemen geng. Kami juga menerima laporan baru tentang kekerasan seksual," ucapnya.

Laurence menekankan pentingnya otoritas di Haiti merespons kekerasan tersebut. “Kami mendesak pihak berwenang untuk memastikan bahwa semua HAM dilindungi dan ditempatkan di garis depan serta pusat tanggapan mereka terhadap krisis,” ujarnya.

"Kami menyerukan mereka yang bertanggung jawab serta mendukung kekerasan bersenjata ini untuk segera berhenti, dan menghormati kehidupan serta mata pencaharian semua warga Haiti, yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan ekstrem," kata Laurence menambahkan.

Selama Januari hingga Juni laly, Kantor HAM PBB mencatat, terdapat 934 orang tewas dan 684 warga terluka akibat aksi kekerasan geng bersenjata di Haiti. Selama periode itu, PBB turut terjadi 680 kasus penculikan.

Merebaknya aksi kekerasan geng bersenjata di Haiti berbarengan dengan melonjaknya harga pangan dan susutnya persedian bahan bakar minyak (BBM). Pom bensin di Port-au-Prince tak memiliki stok BBM untuk dijual. Hal itu menyebabkan harga BBM yang beredar di pasar gelap meroket.

"Kami melihat peningkatan kelaparan yang signifikan di ibu kota dan di selatan negara itu, dengan Port-au-Prince paling terpukul," kata Direktur Program Pangan Dunia Jean-Martin Bauer pada Selasa (12/7) lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement