Ancaman Resesi, DPD Minta Pemerintah Longgarkan PPN dan PPh 21

Pelonggaran pajak perlu dilakukan mengingat terjadi penurunan daya beli masyarakat.

Ahad , 17 Jul 2022, 06:59 WIB
 Wakil Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin
Foto: DPD
Wakil Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, mendorong Pemerintah untuk mempertimbangkan relaksasi atau pelonggaran terhadap Pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Khususnya kategori PPh 21 kepada masyarakat di tengah Inflasi barang kebutuhan pokok saat ini.

Sultan menilai hal itu perlu dilakukan mengingat terjadi penurunan daya beli masyarakat. Penurunan daya beli itu akibat inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah yang semakin terasa dampaknya oleh masyarakat di daerah. 

Baca Juga

"Kami mengapresiasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan posisi neraca perdagangan dan penerimaan pajak yang terus mengalami peningkatan. Tapi situasi ekonomi global saat ini menuntut pemerintah untuk fleksibel dalam menentukan kebijakan fiskal, terutama yang terkait langsung dengan daya beli atau konsumsi masyarakat", kata Sultan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (16/7).

Menurutnya, meskipun PPN dan PPh menjadi faktor yang sangat penting bagi penerimaan negara, namun kenaikan harga energi yang bersifat global perlu diseimbangkan dengan kebijakan fiskal nasional yang lebih toleran. Hal ini untuk mengurangi kerentanan ekonomi masyarakat yang terutama masyarakat kelas menengah bawah di daerah.

"Masyarakat Daerah merupakan pihak yang paling merasakan dampak inflasi akibat kenaikan harga energi. Pendapatan Masyarakat perlu dijaga, karena Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) belum cukup untuk melindungi masyarakat dengan ekonomi menengah bawah untuk bisa bertahan lebih lama", ujarnya.

Sultan juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan belanja daerah terutama dalam program perlindungan sosial masyarakat rentan serta prioritaskan APBD dalam melakukan belanja modal. Dalam situasi seperti ini, Inovasi dan efisiensi penggunaan anggaran pemerintah baik pusat maupun daerah sangat dibutuhkan.

"Kita harus memanfaatkan momentum windfall profit komoditas dengan agenda peningkatan produktivitas produk pangan dan ekonomi kreatif yang berkualitas ekspor. Dengan pajak yang relatif ringan, diharapkan para pelaku usaha dan kelompok menengah bisa meningkatkan produktivitas sekaligus mendorong daya belinya", ujarnya.