Sabtu 16 Jul 2022 10:56 WIB

Negara-Negara Berkembang Ini Terancam Risiko Gagal Bayar Utang

Lebanon, Sri Lanka, Rusia, Suriname, dan Zambia sudah dalam keadaan gagal bayar.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Utang/ilustrasi
Foto: johndillon.ie
Utang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara berkembang saat ini sedang menghadapi krisis utang. Tanda-tanda seperti kejatuhan nilai tukar, mata uang, spread obligasi yang mencapai 1.000 bps hingga cadangan devisa yang terbakar sudah dialami oleh sebagian negara tersebut.

Lebanon, Sri Lanka, Rusia, Suriname, dan Zambia sudah dalam keadaan gagal bayar. Belarusia berada di ambang batas dan belasan lainnya berada di zona bahaya karena meningkatnya biaya pinjaman, inflasi, dan utang. Semuanya memicu kekhawatiran keruntuhan ekonomi.

Baca Juga

Dengan spread obligasi yang sangat tinggi, total utang dari seluruh negara berkembang itu mencapai 400 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.000 triliun. Argentina sejauh ini memiliki paling banyak utang 150 miliar dolar AS, disusul Ekuador dan Mesir masing-masing 40 miliar dolar AS dan 45 miliar dolar AS.

Para veteran krisis berharap banyak yang masih bisa menghindari default, terutama jika pasar global tenang dan IMF mendukung, tetapi ini adalah negara-negara yang berisiko.

Argentina

Peso sekarang diperdagangkan dengan diskon hampir 50 persen di pasar gelap dengan cadangan devisa sangat rendah. Sementara obligasi diperdagangkan hanya 20 sen, kurang dari setengah setelah negara itu melakukan restrukturisasi utang pada tahun 2020.

Hingga 2024, pemerintah Argentina memang tidak memiliki utang dalam jumlah besar. Namun, utang negara diperkirakan akan meningkat setelah periode tersebut dan berpotensi gagal membayar pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF). 

Ukraina

Dengan adanya invasi Rusia, Ukraina hampir pasti harus merestrukturisasi utangnya senilai 20 miliar dolar AS. Krisis datang pada September tahun lalu ketika pembayaran obligasi sebesar 1,2 miliar dolar AS obligasi jatuh tempo. 

Tunisia

Sejumlah negara Afrika sudah umum meminjam dana IMF. Namun Tunisia tampaknya menjadi salah satu negara yang paling berisiko. Tunisia bahkan mengalami difisit anggaran hampir 10 persen dengan upah sektor publik yang tertinggi di dunia.

Spread obligasi Tunisia telah meningkat menjadi lebih dari 2.800 bps. Bersama dengan Ukraina dan El Salvador, Tunisia berada di daftar tiga besar kemungkinan mangkir dari kewajiban utangnya terhadap Morgan Stanley.

"Kesepakatan dengan IMF punmenjadi keharusan," kata kepala bank sentral Tunisia Marouan Abassi, dikutip Reuters, Sabtu (16/7/2022).

Ghana

Pinjaman secara masif telah membuat rasio utang terhadap PDB Ghana melonjak hingga hampir 85 persen. Mata uangnya, cedi, telah kehilangan hampir seperempat nilainya tahun ini. Lebih dari setengah pendapatan pajak sudah digunakam untuk pembayaran bunga utang. Inflasi juga semakin tinggi mendekati 30 persen.

Mesir

Mesir memiliki rasio utang terhadap PDB hampir 95 persen. Perusahaan dana FIM Partners memperkirakan Mesir memiliki utang mata uang keras senilai 100 miliar dolar AS untuk dibayar selama lima tahun ke depan, termasuk obligasi senilai 3,3 miliar dolar AS pada tahun 2024.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement