Jumat 15 Jul 2022 19:33 WIB

Jika Kehidupan Dunia Ibarat Hotel, Lantas Apa yang Mesti Muslim Lakukan? 

Kehidupan Muslim di dunia ibarat singgah untuk kembali pergi

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi kehidupan Muslim di dunia. Kehidupan Muslim di dunia ibarat singgah untuk kembali pergi
Foto: AP/Amr Nabil
Ilustrasi kehidupan Muslim di dunia. Kehidupan Muslim di dunia ibarat singgah untuk kembali pergi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama dan cendikiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengibaratkan dunia seperti hotel yang indah. Perumpaan hotel yang diungkapkan Nursi tersebut dibangun oleh seorang raja untuk para tamunya.

“Bayangkan engkau sedang berjalan di sebuah jalan. Di atasnya engkau menyaksikan sebuah hotel besar yang dibangun oleh seorang raja untuk para tamunya,” ujar Nursi dalam bukunya yang berjudul “Risalah Kebangkitan” terbitan Risalah Nur Jakarta.

Baca Juga

Nursi mengatakan, raja tersebut rela mengeluarkan banyak biaya untuk menghias dan membuatnya indah agar para tamunya merasa senang sekaligus bisa mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat.

Namun, lanjut dia, para tamu tersebut hanya dapat menikmati sebagian kecil dari dekorasi yang ada serta hanya mencicipi sedikit sekali dari aneka kenikmatan yang tersedia. Pasalnya mereka hanya tinggal sebentar.

 

“Karenanya, mereka meninggalkan hotel sebelum merasa puas dan kenyang. Di sana mereka hanya bisa mengambil gambar dari sejumlah hal yang terdapat di hotel lewat kamera,” ucapnya.

Di sisi lain, menurut Nursi, para pekerja dan pelayan di hotel itu merekam dan mencatat dengan cermat semua gerak-gerik para tamu yang singgah. Lalu, engkau bisa melihat bagaimana sang raja menghancurkan sebagian besar dekorasi berharga itu setiap hari seraya menggantinya dengan yang lain bagi para tamu yang baru.

Sesudah gambaran ini, kata Nursi, apakah manusia masih ragu terhadap raja yang membangun hotel tadi bahwa di atas ruas jalan tersebut ia memiliki sejumlah istana abadi dan tinggi, bahwa ia memiliki kekayaan berlimpah dan bernilai yang tak pernah habis, bahwa ia sangat pemurah, dan bahwa kedermawanan yang ia perlihatkan di hotel adalah untuk menggugah keinginan tamunya kepada sejumlah hadiah yang telah dipersiapkan di sisinya?

“Jika engkau mencermati kondisi hotel dunia ini lewat perumpamaan di atas serta merenungkannya dengan penuh kesadaran, engkau akan memahami sembilan pilar,” kata Nursi.

Dia pun mengungkapkan tiga pilar di antaranya. Pilar Pertama adalah manusia akan memahami bahwa dunia yang serupa dengan hotel di atas tidak tercipta dengan dan untuk dirinya sendiri. Mustahil ia mengambil gambar dan bentuknya sendiri untuk dirinya sendiri. Namun dia merupakan negeri jamuan yang selalu diisi dan dikosongkan, serta persinggahan yang dibangun untuk rombongan entitas dan makhluk.

Pilar kedua, manusia akan memahami bahwa penghuni hotel tersebut adalah para tamu, sementara Tuhan mereka Yang Mahapemurah mengundang mereka menuju negeri kedamaian.

Sedangkan pilar ketiga, manusia akan memahami bahwa dekorasi yang terdapat di dunia bukan untuk dinikmati semata. Sebab, jika ada kenikmatan yang didapatkan selama sesaat, manusia akan merasa sakit karena ditinggal olehnya dalam waktu yang lama.

Dia hanya memberi manusia untuk menggugah seleranya tanpa membuatnya kenyang lantaran umurnya atau umur manusia yang singkat, sehingga tidak cukup mengenyangkan.

“Jadi, dekorasi dan perhiasan berharga yang berusia singkat ini diperlihatkan untuk menjadi pelajaran, untuk disyukuri, dan sebagai pendorong untuk meraih pangkal asalnya yang abadi, di samping untuk berbagai tujuan mulia lainnya,” jelas Nursi.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement