Jumat 15 Jul 2022 16:12 WIB

AS Sebut Kerawanan Pangan Jadi Senjata Perang Rusia

Perang menjadi kemunduran dalam upaya dunia mengentaskan kemiskinan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) berfoto dengan Secretary of the Treasury Amerika Serikat Janet Yellen dalam pertemuan bilateral yaitu rangkaian Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022). Pertemuan tersebut untuk meningkatkan hubungan kedua negara.
Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) berfoto dengan Secretary of the Treasury Amerika Serikat Janet Yellen dalam pertemuan bilateral yaitu rangkaian Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022). Pertemuan tersebut untuk meningkatkan hubungan kedua negara.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Amerika Serikat (AS) sebut Rusia menggunakan keamanan pangan sebagai senjata perang. Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen, mengatakan, krisis pangan dan energi ekstrem yang terjadi saat ini harus direspons dengan aksi segera.

"Aksi Putin termasuk menghancurkan berbagai fasilitas pertanian (di Ukraina), dia membuat pangan jadi senjata perang," katanya dalam High Level Seminar: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, Jumat (15/7/2022).

Baca Juga

Krisis global terkait pangan berdampak langsung pada kemampuan negara miskin untuk mengatur fiskalnya. Yellen mengatakan, perang menjadi kemunduran dalam upaya dunia mengentaskan kemiskinan. Ia mendesak aksi segera untuk mengatasi masalah ini dalam jangka pendek.

Dalam jangka panjang, aksi konkret juga diperlukan berbarengan dengan upaya mengatasi perubahan iklim. Respons cepat kan membawa perubahan dalam mengatasi krisis agar lebih terkendali.

"G20 harus kerja sama mengatasi masalah ini dan menyelamatkan keluarga rentan dari kelaparan kini dan nanti," katanya.

Ia kemudian menyarankan tiga hal. Pertama, G20 harus jadi contoh dan mengajak yang lain untuk menghindari respons kebijakan kontraproduktif seperti larangan ekspor dan menimbun pangan yang membuat harga semakin naik.

Menurutnya, pemerintah harus mengarahkan respons fiskalnya pada kelompok rumah tangga yang membutuhkan, hingga meningkatkan digitalisasi. Kedua, G20 harus meningkatkan kerangka regulasi untuk meningkatkan keamanan pangan dan arsitektur pertanian agar lebih optimal.

"Bank-bank pengembangan multilateral, lembaga terkait keamanan pangan, program-program global, IMF, WTO semua punya peran untuk dimainkan," katanya. 

Ia mendorong lembaga dan institusi internasional untuk mengeluarkan rencana aksinya masing-masing dalam upaya mengatasi kerawanan pangan. Butuh koordinasi kuat, berbagi pengetahuan, riset dan pengembangan, pembiayaan, dan aksi nyata untuk melancarkannya.

Ia juga mendorong agar otoritas-otoritas terkait untuk meningkatkan transparansi data-data pangan. Ketiga, G20 harus mengambil langkah nyata juga untuk memberi bantuan finansial. AS sendiri bulan lalu telah berkomitmen memberikan 2,6 miliar dolar AS untuk mengatasi kerawanan pangan.

"Setelah sebelumnya mengeluarkan 2,8 miliar dolar AS sejak invasi Rusia ke Ukraina, kami juga menyediakan 500 juta dolar AS untuk mendukung kebutuhan makanan dan energi," katanya.

AS juga menyatakan telah berkontribusi pada Bank Pengembangan Afrika, fasilitas pangan Amerika-Afrika, dan lainnya. Ia berkomitmen untuk melakukan lebih banyak kolaborasi lagi dengan G20 dan pihak lain untuk mengatasi kerawanan pangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement