Jumat 15 Jul 2022 15:49 WIB

Waka Komisi IX: Seharusnya Malaysia Patuhi MoU Soal PMI

Wakil Ketua Komisi IX DPR sebut seharusnya Malaysia mematuhi MoU tentang PMI.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena sebut seharusnya Malaysia mematuhi MoU tentang PMI.
Foto: Istimewa
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena sebut seharusnya Malaysia mematuhi MoU tentang PMI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, Malaysia sangat bergantung terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) untuk sektor perkebunan dan manufaktur.

Melihat fakta tersebut, sudah seharusnya Malaysia mematuhi nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia sektor domestik di Malaysia.

Baca Juga

"Seharusnya Malaysia memahami kebutuhan tenaga kerja asal Indonesia dengan mematuhi ketentuan yang ada," ujar Melki kepada wartawan, Jumat (15/7/2022).

Untuk sektor perkebunan dan manufaktur,jelas Melki, tidak diminati oleh penduduk setempat di Malaysia. Sehingga, negeri Jiran tersebut harus mengambil tenaga kerja dari Indonesia, Bangladesh, dan Nepal.

Adapun menurut data Bank Indonesia (BI) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada 2021, ada sekitar 1,62 juta orang atau 50,03 persen dari total pekerja migran Indonesia yang berada di Malaysia.

Sementara, BI mencatat pengiriman uang (remitansi) dari PMI di luar negeri sebesar 2,28 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 33 triliun (kurs Rp 14.496) pada kuartal II tahun lalu yang berkontribusi sekitar 10 persen dari nilai APBN.

"Perjuangan TKI harus sebanding dengan perlindungan negara. Komisi IX memastikan akan terus melakukan pengawasan demi kesejahteraan pekerja migran Indonesia," ujar Melki.

Karenanya, Komisi IX mendukung pemerintah terkait moratorium pengiriman PMI ke Malaysia. Hal ini menyusul adanya pelanggaran kesepakatan perekrutan pekerja asal Indonesia.

Padahal, Malaysia dan Indonesia sebelumnya telah menyepakati menggunakan sistem satu kanal atau One Channel System untuk penempatan tenaga kerja. Ia menilai, pelanggaran tersebut mencederai kerja sama kedua negara.

"Otoritas Malaysia terus melakukan pelanggaran kesepakatan perekrutan pekerja asal Indonesia dengan menggunakan sejumlah saluran perekrutan dan tentunya berpotensi melanggar hak pekerja dan mengancam keselamatan para pekerja Indonesia," ujar politikus Partai Golkar itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement