Kamis 14 Jul 2022 18:20 WIB

Biden-Lapid Teken Perjanjian Bersama Tolak Senjata Nuklir Iran

Biden terbuka untuk penggunaan kekuatan sebagai upaya terakhir terhadap Iran.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
 Presiden Joe Biden mendengarkan saat dia bertemu dengan Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador di Kantor Oval Gedung Putih di Washington, Selasa, 12 Juli 2022.
Foto: AP/Susan Walsh
Presiden Joe Biden mendengarkan saat dia bertemu dengan Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador di Kantor Oval Gedung Putih di Washington, Selasa, 12 Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Yair Lapid akan menandatangani janji bersama untuk menolak senjata nuklir Iran pada Kamis (14/7/2022). Biden dalam kunjungan ke Yerusalem pada Rabu (13/7/2022) menekankan, terbuka untuk penggunaan kekuatan sebagai upaya terakhir terhadap Iran.

Ancaman Biden tersebut menjadi sebuah langkah nyata untuk mengakomodasi seruan Lapid pada kekuatan dunia untuk menghadirkan ancaman militer yang kredibel terhadap musuh bebuyutan Israel. Washington dan Tel Aviv secara terpisah telah membuat ancaman terselubung terhadap Iran selama bertahun-tahun. Mengartikulasikan retorika secara formal dapat meningkatkan rasa pencegahan dan komitmen bersama untuk bertindak.

Baca Juga

“Satu-satunya hal yang lebih buruk daripada Iran yang ada sekarang adalah Iran dengan senjata nuklir dan jika kita dapat kembali ke kesepakatan, kita dapat menahan mereka dengan erat,” kata Biden dalam sebuah wawancara televisi Israel pada Rabu.

Pertunjukan terkad Israel-AS juga dapat menawarkan Biden dorongan ketika melanjutkan perjalanan ke Arab Saudi pada Jumat (15/7/2022). Riyadh memiliki kekhawatiran juga terhadap Tehera, Biden berharap untuk memasukkannya ke dalam pemulihan hubungan Tel Aviv-Riyadh di bawah naungan Washington.

"Saya pikir apa yang akan Anda lihat dalam deklarasi bersama adalah janji dan komitmen untuk tidak pernah mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir dan bahwa kami siap untuk menggunakan semua elemen kekuatan nasional kami untuk memastikan hasil itu," kata seorang pejabat AS.

Pada 2015, Iran menandatangani kesepakatan internasional yang membatasi proyek nuklir dengan potensi pembuatan bom atau dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Pada 2018, Presiden AS Donald Trump keluar dari pakta itu, menganggapnya tidak cukup dan penarikan itu disambut oleh Israel.

Iran sejak itu meningkatkan beberapa kegiatan nuklir dan menekan upaya kekuatan dunia menariknya untuk kembali ke kesepakatan dalam pembicaraan Wina. Israel sekarang mengatakan akan mendukung kesepakatan baru dengan ketentuan yang lebih ketat. Iran telah menolak keras untuk tunduk pada pembatasan lebih lanjut.

Beberapa pejabat Israel serta Teluk Arab percaya bahwa keringanan sanksi kesepakatan itu akan memberi Iran lebih banyak uang untuk mendukung pasukan proksi di Lebanon, Suriah, Yaman, dan Irak. Mereka juga skeptis tentang apakah pemerintahan Biden akan berbuat banyak untuk melawan kegiatan regional Iran.

"Jika Iran ingin menandatangani kesepakatan yang telah dinegosiasikan di Wina, kami telah menjelaskan dengan sangat jelas bahwa kami siap untuk melakukannya. Dan, pada saat yang sama, jika tidak, kami akan terus meningkatkan tekanan sanksi kami, kami akan terus meningkatkan isolasi diplomatik Iran," ujar pejabat AS ketika ditanya apakah deklarasi terbaru adalah tentang mengulur waktu dengan Israel ketika AS mengejar negosiasi dengan Iran.

Seorang pejabat senior Israel menggambarkan ancaman aksi militer sebagai cara untuk menghindari perang. "(Ini) adalah jaminan bahwa upaya diplomatik, ekonomi dan hukum terhadap Iran akan efektif," kata Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Amir Eshel kepada radio Israel Kan.

"Iran telah menunjukkan kepada semua orang bahwa ketika ditekan keras, dia tahu bagaimana berhenti dan mengubah caranya," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement