Kamis 14 Jul 2022 12:56 WIB

Pelaku Kekerasan Seksual di Jombang dan Malang Harus Dihukum Berat

LPSK meminta pelaku kekerasan seksual di Jombang dan Malang harus dihukum berat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak pelaku kekerasan seksual di Ponpes Assidiqiyah Jombang dan Sekolah SPI Batu dihukum berat. Hal ini menyusul vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku kekerasan seksual di Jombang yang divonis 16 tahun penjara.

Warga Kecamatan Mojowarno, Jombang, berinisial TN baru saja divonis hukuman 16 tahun penjara oleh majelis hakim karena menyetubuhi anak kandungnya sendiri.

Baca Juga

Perbuatan itu dilakukan sebanyak tiga kali sejak 2021. Korban lalu melarikan diri dari rumah hingga mengadukan tindakan itu kepada keluarganya. Pelaku awalnya dituntut 18 tahun penjara oleh penuntut umum. Lalu, Majelis Hakim Pengadilan Jombang memvonis pelaku dengan pidana penjara 16 tahun.

"Secara persentase, vonis pidana penjara ini tinggi dan sudah maksimal," kata Antonius dalam keterangan pers pada Kamis (14/7/2022).

Antonius mengungkapkan terdapat beberapa kesamaan pada kasus kekerasan seksual di Ponpes Assidiqiyah Jombang dan Sekolah SPI Batu, antara lain kejadiannya berulang hingga beberapa kali dengan korban masih berusia anak. Kesamaan lain, lanjut dia, adalah hubungan antara pelaku dan korban memiliki relasi kuasa.

"Pada kasus korban penerima bantuan psikososial dari LPSK, hubungan pelaku dan korban adalah ayah dan anak. Sementara pada kasus kekerasan seksual di Ponpes Assidiqiyah Jombang dan Sekola SPI Batu, hubungan relasi kuasanya antara pendidik dan siswa," sebut Antonius.

Oleh karena itu, Antonius berharap agar putusan pidana dari majelis hakim juga bisa maksimal terhadap kasus kekerasan seksual serupa yang terjadi di lingkup lembaga pendidikan seperti di Pondok Pesantren Assidiqiyah Jombang dan Sekolah SPI.

Ia menegaskan sudah menjadi tugas LPSK untuk turut menyuarakan penghukuman yang adil berdasarkan pengalaman sebelumnya. "Kenapa perlu penghukuman berat karena di saat pemerintah sedang 'perang' dengan kekerasan seksual, justru banyak kasus sejenis yang terjadi," tegas Antonius.

Di sisi lain, LPSK sudah memberikan bantuan mesin jahit agar roda perekonomian keluarga TN di Jombang bisa terus berputar. Pasalnya, TN yang merupakan ayah korban bertugas sebagai pencari nafkah. Ketidakadaan TN membuat keluarganya harus memutar otak untuk menyambung hidup.

Bantuan psikososial itu diserahkan langsung Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo yang diterima ibu korban di rumahnya di Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. "Ini sebagai bentuk pemulihan ekonomi korban dan keluarganya," kata Antonius.

Antonius mengungkapkan bantuan psikososial itu dipersiapkan sendiri oleh LPSK. Menurutnya, model bantuan seperti ini memberikan kemudahan dan manfaat bagi penyintas yang menjadi terlindung LPSK, yaitu prosesnya bisa lebih cepat karena diputuskan LPSK menyesuaikan dengan kebutuhan korban.

"Ke depan LPSK perlu memikirkan penganggaran khusus untuk pemenuhan bantuan psikososial bagi korban," ujar Antonius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement