Selasa 12 Jul 2022 22:00 WIB

Kisah Empat Keadaan Said bin Amir

Said bin Amir al-Jumahi diamanahkan menjadi gubernur Syam.

Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dalam sejarah Islam, para sahabat Nabi Muhammad SAW merupakan generasi terbaik. Mereka mengikuti suri teladan Rasulullah SAW dengan sangat patuh. Karena itu, ada banyak kisah inspiratif yang datang dari kelompok tersebut.

Salah satunya adalah cerita kezuhudan Said bin Amir al-Jumahi.Generasi tabiin berkata tentangnya, Ia adalah orang yang membeli akhirat dengan dunia, dan ia lebih mementingkan Allah dan Rasul-Nya atas selain-Nya.

Baca Juga

Mulanya, Said seperti kebanyakan orang Makkah saat masa jahiliyah.Bahkan, ia termasuk yang menonton eksekusi mati atas seorang syuhada pada zaman Nabi SAW, yakni Khubaib bin Adiy. Sang martir wafat setelah disiksa pelan-pelan oleh para pembesar Quraisy.

Bagi kebanyakan orang kafir, gugurnya Khubaib adalah hal biasa.Namun, tidak sekalipun bayangan wajah sang syuhada lepas dari pikiran Said kala itu. Hingga akhirnya, pemuda tersebut menyatakan diri masuk Islam.

Segera setelah itu, ia berupaya keluar dari Makkah, untuk mengikuti Rasul SAW yang telah hijrah ke Madinah. Di Kota Nabi, itulah awal kehidupan barunya sebagai seorang Mukmin.

Belasan tahun lelaki itu dengan setia mendampingi perjuangan al- Musthafa. Ketika Nabi SAW wafat, amat sangat berdukalah hatinya.Sama seperti seluruh penduduk Madinah dan Muslimin semua kala itu, kesedihan yang amat dalam dirasakannya karena beliau telah kembali kepada Sang Pencipta.

Sesudah Rasul SAW berpulang, umat Islam dipimpin Abu Bakar ash- Shiddiq. Sahabat senior itu memimpin dengan penuh ketegasan dan berpihak pada keadilan. Di ujung usianya, mertua Nabi SAW itu menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.

Pada masa Umar, wilayah Islam semakin meluas. Bukan hanya Jazirah Arab, seluruh Imperium Persia bahkan takluk di bawah kilatan pedang Muslimin. Nasib yang nyaris serupa dialami pula Imperium Romawi Timur atau Bizantium.Kekaisaran ini kehilangan daerah Syam dan Mesir.

Sebagai amirul mukminin, Umar sangat ketat dalam memilih gubernur-gubernur yang akan memimpin tiap daerah. Waktu itu, sahabat yang berjulukan al-Faruq ini cukup lama memikirkan, siapa sosok yang pantas menjadi wali di Syam.

Daerah tersebut agak berbeda dengan yang lain-lain. Sebab, masyarakat setempat memiliki watak yang kritis. Beberapa abad sebelum kedatangan Islam, Syam telah menikmati hasil peradaban yang tinggi dan lebih dinamis ketimbang Jazirah Arab.

Dalam pandangan al-Faruq, pemimpin Syam haruslah pribadi yang bijaksana, saleh, dan zuhud.Pilihannya pun jatuh pada Said bin Amir al-Jumahi.

Sesungguhnya, Said sempat menolak. Namun, dengan nada keras Umar berkata kepadanya, "Demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu menolak. Apakah kalian suruh aku untuk memikul amanah sebagai khilafah ini kemudian kalian tinggalkan aku begitu saja seorang diri!?

Akhirnya, Said mengalah. Ia bersedia menjadi wali negeri Syam.

 

sumber : Islam Digest
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement