Selasa 12 Jul 2022 00:55 WIB

Junta Pasang Kamera Pengenalan Wajah di Setiap Sudut Kota Myanmar

Junta Myanmar memasang kamera CCTV di setiap sudut kota yang mampu kenali wajah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Kamera CCTV
Foto: Pixabay
Ilustrasi Kamera CCTV

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Pemerintah junta Myanmar memasang kamera CCTV buatan China dengan kemampuan pengenalan wajah di setiap sudut kota di seluruh negeri. Para sumber mengatakan, junta membuka tender untuk pengadaan dan pemasangan kamera keamanan dan teknologi pengenalan wajah.

Orang-orang yang terlibat atau telah terlibat dalam proyek tersebut mengatakan, rencana pemasangan kamera ini digambarkan sebagai proyek yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan menjaga perdamaian sipil. Menurut informasi dari tiga orang yang mengetahui masalah tersebut dan meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan, sejak kudeta pada Februari 2021, pihak berwenang setempat telah memulai proyek pengawasan kamera baru untuk setidaknya lima kota termasuk Mawlamyine yang merupakan kota terbesar keempat.

Menurut sumber dan media lokal, proyek baru tersebut merupakan tambahan dari yang sudah dijalankan oleh pemerintahan sipil sebelumnya yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Ketika itu sistem kamera dipasang di lima kota dengan tujuan sebagai tindakan pencegahan kejahatan.

Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan Reuters untuk mengkonfirmasi pemasangan kamera CCTV tersebut. Selain itu,10 pemerintahan kota yang dikendalikan oleh junta juga tidak berkomentar. Reuters tidak dapat meninjau tender atau mengunjungi kota-kota untuk memverifikasi pemasangan kamera itu.

Seorang sumber mengatakan, junta sedang merencanakan sistem pengawasan kamera untuk kota-kota di masing-masing dari tujuh negara bagian dan tujuh wilayah Myanmar. Skala upaya junta untuk meluncurkan sistem pengawasan kamera belum pernah dilaporkan sebelumnya.  

Tender telah dimenangkan oleh perusahaan pengadaan lokal termasuk Fisca Security & Communication dan Naung Yoe Technologies Co. Tiga orang sumbet mengatakan, tender juga dimenangkan oleh perusahaan sumber kamera dan beberapa teknologi terkait dari raksasa pengawasan Cina, Zhejiang Dahua Technology, Huawei Technologies Co Ltd, dan Hikvision. Fisca Security dan Naung Yoe Technologies memiliki kantor pusat di Yangon, tapi mereka tidak menanggapi permintaan komentar terkait pemasangan kamera CCTV tersebut.

Huawei dan Dahua juga tidak menanggapi permintaan komentar. Namun  Hikvision mengatakan, mereka tidak pernah menjual langsung ke otoritas pemerintah Myanmar.  Hikvision menambahkan, pelanggannya di pasar luar negeri adalah distributor dan integrator. Perusahaan tersebuy juga mengatakan, merek tidak menjual teknologi pengenalan wajah ke Myanmar.

Hikvision tidak menanggapi pertanyaan tentang apakah mereka mengetahui kasus di mana perangkat kerasnya yang mampu menjalankan perangkat lunak pengenalan wajah telah dijual ke Myanmar. Ketiga sumber tersebut mengatakan, perusahaan pengadaan Myanmar yang memenangkan tender terkadang menggunakan perangkat lunak pengenalan wajah yang dikembangkan oleh perusahaan lokal dan regional, karena lisensi perangkat lunak Cina mahal. Namun mereka tidak menyebutkan nama perusahaan perangkat lunak itu.

Closed-circuit television (CCTV) atau sistem pengawasan video digunakan oleh banyak kota di seluruh dunia untuk mencegah kejahatan. Perangkat lunak pengenalan wajah yang semakin kontroversial juga digunakan, dengan teknologi yang semakin berkembang di Amerika Serikat untuk tujuan penegakan hukum.  

Beberapa sistem canggih, seperti yang digunakan di kota-kota Cina, menggunakan kecerdasan buatan untuk mencocokkan gambar orang secara real-time dengan database gambar.  Orang-orang yang mengetahui langsung proyek-proyek Myanmar dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan, mereka khawatir proyek baru itu dapat digunakan untuk menindak para aktivis dan sejunlah kelompok perlawanan. Keduanya telah ditetapkan sebagai teroris oleh junta setelah kudeta.

 “Kamera pengintai menimbulkan risiko serius bagi aktivis demokrasi (Myanmar) karena militer dan polisi dapat menggunakannya untuk melacak pergerakan mereka, mencari tahu hubungan antara aktivis, mengidentifikasi rumah aman dan tempat berkumpul lainnya, dan mengenali serta mencegat mobil dan sepeda motor yang digunakan oleh para aktivis," kata Wakil Direktur Asia Human Rights Watch, Phil Robertson dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement