Jumat 29 Nov 2019 15:30 WIB

Pidato Nadiem Makarim, PR Besar Pendidikan Nasional

PR besar pendidikan nasional adalah memadukan ketakwaan dan penguasaan teknologi

Pendidikan/Ilustrasi
Foto: Antara
Pendidikan/Ilustrasi

Pada tanggal 25 November 2019 lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional (HGN), telah dibacakan teks pidato Mendiknas Nadim Makarim.

Dalam naskah pidatonya tersebut, Mendiknas banyak menyoroti masalah dalam pendidikan. Dimana yang banyak jadi sorotannya adalah masalah guru. Notabenenya, Nadim Makarim telah memberi PR bagi dirinya sendiri sebagai pemangku pendidikan nasional.

Baca Juga

Terdapat 2 hal utama yang menjadi sorotannya dalam masalah yang membelit guru. Pertama, terkait masalah administrasi birokrasi pendidikan. Menurutnya, guru terbelenggu oleh administrasi birokrasi sehingga tidak bisa berinovasi dan berkreasi dalam pendidikan. Sedangkan dari aspek manfaat terkadang tidak begitu jelas bagi pendidikan secara langsung.

Sebagai contoh, administrasi sertifikasi guru. Memang untuk menyiapkannya akan banyak menyita waktu guru yang semestinya digunakannya berinteraksi dengan para siswanya. Dari rapat sertifikasi, bimbingannya dan penyiapan kelengkapan administrasinya, jelas membutuhkan perhatian serius dari guru yang bersangkutan.

Tapi, itu semua harus dijalani guru untuk perbaikan kesejahteraan ekonominya. Guru juga memiliki keluarga, termasuk anak - anaknya yang harus dibiayai sekolahnya. Belum kebutuhan - kebutuhan hidup lainnya.

Di samping itu, sertifikasi guru memang dijadikan sebagai aturan birokrasi bagi guru bila ingin mendapat tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Termasuk juga aturan birokrasi akreditasi sekolah, semacam dijadikan patokan bila belum terakreditasi artinya kelayakan sekolah tersebut masih diragukan.

Setidaknya demikian yang beredar di tengah masyarakat. Walhasil sekolah pun berlomba - lomba melengkapi tetek bengek administrasi tersebut walaupun dengan segala keterbatasannya.

Kedua, terkait inovasi pembelajaran yang dilakukan guru. Guru seolah berhadapan dengan buah simalakama. Satu sisi, ia harus membuat pembelajaran yang menyenangkan.

Sedangkan di sisi yang lain, guru harus memenuhi target ketercapaian kurikulum. Belum lagi tuntutan administrasi seabrek seperti perangkat pembelajaran yang kaku.

Memang ketika guru harus berinovasi dengan berbagai teori pendekatan dan metode pembelajaran yang menyenangkan, maka tidak boleh ada aturan administrasi pembelajaran seperti layaknya seorang satpam keamanan. Jadinya berbagai teori pembelajaran hanya akan menjadi instrumen guna melengkapi persyaratan mendapat tunjangan kesejahteraan yang lebih baik.

Sesungguhnya dua masalah utama yang tersurat dari pidato mendiknas tersebut adalah masalah-masalah ikutan, bukan masalah yang mendasar. Bidang pendidikan tidaklah terpisah dari bidang - bidang kehidupan lainnya seperti politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, peradilan hingga pertahanan keamanan.

Tatkala azas yang digunakan untuk mengatur kehidupan adalah asas materi, tentunya tidak mengherankan bila pendidikan pun diukur dengan materi. Imbasnya dalam proses pendidikan sangatlah minim dari sentuhan-sentuhan pembentukan kepribadian yang bertaqwa.

Miris sekali mendengar berita kenakalan-kenakalan remaja. Tawuran antar pelajar, pergaulan bebas muda - mudi, bahkan ada yang kebablasan melakukan perzinahan dan pemerkosaan, adab kepada guru yang buruk dan seabrek masalah pendidikan yang luput dari sorotan Pak Nadim.

Oleh karena itu, ada PR besar yang menunggu kiprah Pak Nadim. Tidak hanya masalah-masalah teknis yang menjadi garapan Pak Nadim beserta jajarannya. Lebih dari itu, pembentukan kepribadian siswa yang bertaqwa harus menjadi garapan yang tidak boleh terabaikan.

Untuk menghasilkan siswa yang bertaqwa, bermula dari guru - gurunya yang bertaqwa, para pemangku kebijakan pendidikan dan negara juga bertaqwa. Sosok yang bertaqwa merupakan sosok yang taat dan patuh kepada ajaran agamanya dan tidak membenci ajaran agamanya, karena ia yakin bahwa perintah dan larangan Allah itu semuanya demi kebaikan manusia. Ia akan menerima dengan ikhlas demi meraih ridho Sang Khaliq.

Hal demikian meniscayakan untuk merombak standar materi menjadi standar keimanan dan ketaqwaan. Di samping dalam proses pembelajarannya, guru tidak hanya berpatokan pada ketercapaian kurikulum, akan tetapi lebih dari guru akan mendampingi tumbuh kembang kepribadian siswa, tentunya bekerja sama dengan orang tua, di dalam pembentukan ketaqwaannya.

Adapun dari para pemangku kebijakan akan menjadi arif dalam memberikan hak - hak guru tanpa membebaninya. Yang menjadi patokan dalam hal ini adalah sabda Rasul saw yang artinya:

"Berikanlah upah itu sebelum kering keringatnya".

Dalam implementasinya, menggunakan peringatan Imam Ali ra bahwa kefakiran bisa menyebabkan kekafiran. Dan yang urgen juga dilakukan adalah desain kurikulum pendidikan mampu memadukan antara pembentukan ketakwaan dan penguasaan Sains teknologi.

Pengirim: Ainul Mizan, Guru SD di Malang

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement