Rabu 24 Apr 2019 17:35 WIB

Warisan RA Kartini Bukan Sekadar Kebaya

RA Kartini mewarisi perjuangan dan pemikiran perempuan bukan kebaya

 RA Kartini
Foto: Wikipedia
RA Kartini

Raden Ayu Kartini lahir di Jepara Jawa Tengah pada 21 April 1879. Kartini lahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yakni Bupati Jepara, dengan M.A Ngasirah. Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dan dari semua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.

Karena orang tua Kartini berdarah bangswan, maka Kartini sempat mengenyam pendidikan yang lebih dibandingkan para perempuan lainnya pada masa itu. Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga berusia 12 tahun karena harus menjalani pingit persiapan perjodohan. 

Baca Juga

Kartini adalah perempuan yang cerdas dan sangat menyukai ilmu. Maka dari itu Kartini kurang menyepakati sudut pandang tentang perempuan pada masa itu yang menganggap bahwa kaum perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi-tinggi. 

Dengan kecerdasannya dan kemahirannya berbahasa Belanda, Kartini rajin menulis surat kepada para sahabat pena nya yang mayoritas orang Belanda. Termasuk kepada Rosa Abendanon dimana Kartini menuliskan segala pemikirannya.

Apalagi Rosa Abendanon selain berbalas surat juga sering mengirimkan buku-buku dari Belanda, tentang kedudukan wanita-wanita Belanda yang memiliki hak yang sama dengan lelaki dalam strata intelektual dan sosial. Kecintaannya pada ilmu pengetahuan melalui buku-buku yang Kartini baca juga aktivitasnya menulis, semakin membuka pikiran Kartini. 

Hingga pada tahun 1903 Kartini harus menjalani perjodohan dan menikah dengan Bupati Rembang bernama K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat menjadi istri yang kedua. 

Meskipun begitu, sang suami mendukung segala cita-cita dan perjuangan Kartini tentang kesetaraan intelektual wanita. Ia diperbolehkan membuka sekolah khusus wanita.

Warisan Kartini 

R.A. Kartini wafat pada usia 25 tahun, 4 hari pasca melahirkan seorang putra, Soesalit Djojoadhiningrat. Namun perjuangan Kartini mengenai persamaan hak-hak wanita dalam kesetaraan strata intelektual dan sosial tetap dilanjutkan oleh Rosa Abendanon, sang sahabat. 

Rosa Abendanon membukukan surat-surat Kartini yang kemudian diberi judul  Door Duisternis tot Licht yang artinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.

Sedangkan jika kita mengaitkan perayaan Hari Kartini dengan kontes kebaya, menurut opini atau pendapat saya hal tersebut agak mengurangi esensi dari cita-cita Kartini sendiri yang harusnya kita suarakan.

Karena jika kita telusuri asal-usul kebaya, Kebaya mulai dikenal di Indonesia khususnya Pulau Jawa pada abad ke 13. Seiring dengan perkembangan Islam ke tanah Jawa. Hal ini bisa dihubungkan dengan teori penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Wali Songo.

Bentuk paling awal kebaya di Jawa dapat dilihat dari Keraton Majapahit yang dikenakan para permaisuri atau selir raja. Gaya kebaya Jawa sendiri sebagai ekspresi sosial status dengan penguasa Jawa yang halus.

Nama Kebaya sebagai pakaian tertentu telah dicatat oleh Thomas Stamford Bingley Raffles saat mendarat di tanah Jawa, pada tahun 1817.

Melihat waktu masuknya kebaya pada abad ke 13 dan tercatatnya kebaya sebagai pakaian tertentu di Indonesia pada tahun 1817, membuktikan bahwa kebaya sudah ada dan ditetapkan sebagai pakaian adat disuatu daerah di Indonesia khususnya tanah Jawa sebelum Raden Ayu Kartini lahir.

Jadi bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya warisan Kartini bukanlah pada pakaian kebayanya, namun pemikirannya melalui aktivitas menulisnya, serta perjuangannya dalam memperjuangkan kesamaan hak pendidikan dan sosial khususnya bagi kaum wanita.

Penulis berharap semoga setiap perayaan Hari Kartini juga ada gerakan menulis nasional bagi kaum wanita di Indonesia yang menjadi esensi perjuangan Kartini di masa lalu. Bukan sekedar fashion show kebaya. Berharap semoga terwujud.

Pengirim: Anggar Putri

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement