Kamis 28 Mar 2019 11:13 WIB

Nikmatkah Kekuasaan Itu?

Kekuasaan itu musibah dimana seseorang harusnya melafadzkan innalillah, bukan hamdala

Sepeda motor melintas di sekitar mural yang mengambarkan tentang kursi kekuasaan di Jakarta, Jumat (24/3).
Foto: Republika/Prayogi
Sepeda motor melintas di sekitar mural yang mengambarkan tentang kursi kekuasaan di Jakarta, Jumat (24/3).

“Hari ini pejabat. Besok bisa langsung jadi penjahat.” (Romahurmziy, 2018)

Kekuasaan setakar dengan tingginya jabatan. Untuk meraihnya, orang rela-rela melakukan apa saja.

Baca Juga

Yang haram sekalipun. Jual beli jabatan menjerumuskan Ketua PPP, Romahurmuziy, tertangkap tangan dengan uang ratusan juta di sebuah hotel di Surabaya. Kekuasaan begitu melenakan. Agama rupanya tak menjadi penghalang bagi pemburu jabatan.

Nyatanya, jual beli jabatan itu terjadi di kementerian agama. Tak tanggung-tanggung, KPK pun menyegel ruang jabatan tertinggi di lembaga ini. Hasilnya uang 180 juta rupiah dan 30 ribu dolar telah bersemayam di laci meja Pak Menteri.

Kekuasaan begitu didamba-dambakan. Demi meraihnya, partai-partai politik mencari bahan bakar finansial untuk menggerakkan mesin kaderisasi dan pendulang simpatisan. Tak heran bila banyak ketua partai selain Romahurmuziy yang telah tersandung kasus korupsi sebelumnya.

Rentetan nama terciduk KPK, di antaranya Ketua Umum Golkar 2016-2017 (Setya Novanto), Ketua Umum PPP 2007- 2014 (Suryadharma Ali), Ketua Umum Partai Demokrat 2009-2014 (Anas Urbaningrum), dan Presiden PKS 2009-2014 (Luthfi Hasan Ishaaq).

Kekuasaan begitu memabukkan. Dekapan kekuasaan membuat siapapun beranjak terasa enggan. Memfitnah dan menyalahkan pihak yang mengancam jabatan bila perlu dipaksakan. Tak ada rasa takut, petuah agama pun diterjang. Khilafah sebagai ajaran Islam dikriminalkan. Kata kafir disingkirkan. Perppu ormas disegerakan, kelompok kritis dibungkam. Namun tak malu menggenjot zakat agar ditingkatkan, dana haji dipinjam untuk pembangunan.

Kekuasaan adalah sesuatu yang paling diburu tahun ini. 7.968 orang yang terdaftar di KPU telah mencurahkan harta dan berbagai upaya memperebutkan kekuasaan legislatif April mendatang.

Kalau gagal apa kabar? Bagi caleg dapil Makassar dan sekitarnya patut merasa tenang.

6 kamar VIP dan 60 kamar kelas 1 telah disiapkan Rumah Sakit Jiwa Dadi Makassar untuk caleg yang mengalami depresi pasca pemungutan suara. Sekedar informasi, kamar VIP itu diberi tarif Rp 785 ribu per malam, kelas I diisi dua pasien Rp 300 ribu per malam, dan kelas II Rp 200 ribu per malam.

Kekuasaan begitu menggiurkan. Kompetisi menuju kekuasaan RI 1 paling gegap gempita tentu saja.

Sampai-sampai istilah cebong dan kampret muncul diasosiasikan kepada netizen pendukung fanatik masing-masing paslon. Tak hanya di dunia maya, tim sukses bekerja sedemikian rupa berharap setetes keuntungan dari kekuasaan yang akan dimenangkan calonnya.

Padahal Kekuasaan Itu..

Kekuasaan itu musibah. Orang yang ketiban harusnya melafadzkan innalillah, bukan hamdalah. Bagaimana tidak, pengaduan satu rakyat kepada Tuhannya atas kedzaliman penguasa berujung neraka.

Bayangkan bila negara berpenduduk ratusan juta. Ribuan jumlah pulaunya dan bermacam-macam suku bangsanya. Tak bisa tidur sudah seharusnya karena ancaman Tuhan murka di pelupuk mata.

Kekuasaan itu racun merongrong raga. Begitulah yang dirasa Umar bin Abdul Aziz saat masa jabatannya. Badan padat dan kekar dimilikinya semula. Simbol Bani Umayyah yang hidup kaya dan berfoya-foya. Namun hanya dua setengah tahun saja berkuasa, badan kurus dan ceking menggantikannya.

Namun Umar bin Abdul Aziz menemukan penawar racun kekuasaan. Tak lain adalah ketaqwaan kepada Allah dan kesadaran sebagai hamba. Kebijakannya bersumber dari Al-Quran dan As-Sunah yang mulia.

Ia terkenal sebagai khulafaur rasyidin yang kelima. Di masa pemerintahnnya, domba-domba digembala tanpa takut diterkam serigala. Zakat tak ada yang menerima pertanda tak ada kaum papa.

Islam mendudukkan kekuasaan sebagai sarana. Di antara manusia, tak terbilang yang menjadikannya pintu meraih kenikmatan dunia. Akhir cerita mereka terjungkal akibat kemaksiatannya. Sedikit saja yang menjadikan kekuasaan jalan meraih Ridho Allah. Perihal kekuasaan, cukuplah do’a Rasulullah Muhammad saw ini menggambarkan.

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ (أحمد ، ومسلم عن عائشة)

“Ya Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia mempersulit  urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia.” (HR Ahmad dan Muslim dari Aisyah).

Jadi, nikmatkah kekuasaan itu?

Pengirim: Triana Arinda Harlis, ST, Narasumber Kajian Muslimah MQ Lovers Bekasi

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement