Jumat 10 May 2019 15:06 WIB

Ramadhan dan Umat Terbaik

Dalam Al Imron: 110 predikat umat terbaik disematkan kepada umat Islam

Warga membaca Al Quran bulan suci Ramadhan 1440 Hijriah di Masjid Jamik Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Aceh, Jumat (10/5/2019).
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warga membaca Al Quran bulan suci Ramadhan 1440 Hijriah di Masjid Jamik Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Aceh, Jumat (10/5/2019).

Setiap Umat atau bangsa didunia ini pasti ingin menjadi umat terbaik, umat terkuat, terhebat, umat yang bisa mempengaruhi bangsa lain. Saat ini, sebutan umat terbaik itu biasanya dikaitkan dengan bangsa-bangsa eropa, Amerika atau Jepang dan negara-negara maju lainnya.

Karena memang negara-negara inilah yang saat ini menjadi acuan dalam segala hal. Sedang umat muslim, kondisinya justru berkebalikan. Umat muslim diberbagai belahan dunia saat ini justru dibelit banyak persoalan.

Baca Juga

Masalah kemiskinan, kebodohan, hingga penjajahan yang tak kunjung berakhir seperti yang alami oleh muslim Palestina, yang Ramadhan tahun ini pun tidak tenang karena diteror oleh serangan Israel. Demikian pula umat Islam Uyghur, Rohingya dan yang lainnya. Astagfirullahaladzim..!!

Padahal  Jika kita baca dalam Al-qur’an dalam surat Al-Imron:110 justru predikat umat terbaik itu disandarkan oleh Allah kepada umat Islam. 

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali ‘Imran: 110).

Dalam Ayat ini, Allah tegas sekali menyebut umat Islam sebagai umat terbaik. Dan predikat umat terbaik itu memang terbukti pernah disandang oleh umat Islam masa lalu selama 13 abad lamanya. Dan hal ini banyak diakui oleh para sejarawan barat. 

Lalu mengapa mengapa predikat umat terbaik itu bisa disandang oleh umat Islam pada masa lalu?Hal itu karena Umat Islam adalah umat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, selalu menjadi umat yang menyebarkan kebaikan dan mencegah dari kemunkaran dan senantiasa beriman kepada Allah.

Sayangnya, justru inilah yang hilang dari umat ini. Keimanan yang kuat yang menjadikan Allah satu-satunya dzat tempat bergantung dan satu-satunya dzat yang ditaati aturannya telah luntur. Umat Islam bahkan menjadi umat yang miskin idealisme dan mudah terbawa oleh budaya dan pemikiran yang tidak berasal dari Islam. Berbagai  gaya hidup dan pemikiran non Islam seperti sekuler, pluralisme, liberalisme justru digandrungi di negeri-negeri muslim. Inilah yang kemudian mencabut predikat umat terbaik dari Umat Islam.

Dibulan Ramadhan, bulan Al-qur’an dan Bulan taat ini, semangat untuk kembali kepada posisi terbaik itu harus dimunculkan. Pada bulan ini semangat perubahan pada umat Islam begitu terasa. Umat Islam berusaha meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan melakukan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah.

Kita bisa melihat bagaimana antusiasnya umat Islam untuk sholat berjama’ah di masjid, shalat tarawih, tadarus, menjaga lisan dan tingkah laku serta berinfak dan bersedekah. Umat Islam pun sanggup meninggalkan aktivitas makan, minum, hubungan suami istri ketika mereka sedang berpuasa. Padahal hal-hal tersebut adalah sesuatu yang dimubahkan pada mereka diluar bulan Ramadhon.

Bahkan negarapun terus melakukan patroli untuk memastikan tidak ada aktivitas kemaksiatan dan tidak ada tempat hiburan yang buka di bulan Ramadahan. Artinya,  dibulan Ramadhan Umat Islam memiliki kesanggupan yang luar biasa untuk beribadah kepada Allah. 

Namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah apakah aktivitas ibadah yang dilakukan selama sebulan penuh itu mampu mewujudkan perubahan yang hakiki pada 11 bulan berikutnya.

Mampukah bulan Ramadhan menguatkan keimanan umat Islam sehingga mengembalikan identitas mereka sebagai umat terbaik? Sebagai umat yang memiliki karakter sebagai agent perubahan yang selalu melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.

Jika tidak, maka Ramadhan hanya akan menjadi aktivitas ibadah tahunan yang gagal mewujudkan tujuan dari ibadah puasa itu sendiri, sebagaimana Allah sampaikan di surat Al-baqarah 183 bahwa tujuan puasa adalah supaya kita meraih predikat takwa. Dan jika itu terjadi, maka kita harus risau jangan-jangan ibadah puasa kita hanya sebatas mendapat lahar dan dahaga saja. Na’udzubillahi min dzalik.

Karena itu, mari kita niatkan bulan Ramadahan kali ini sebagai momen perubahan bagi kita pribadi dan bagi umat Islam secara keseluruhan. Kita Ikatkan diri kita sepenuhnya kepada aturan Allah secara kaffah, mengamalkan dan menyebarkannya hingga Islam bisa diterapkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. Semoga dengan itu predikat umat terbaik bisa kita raih kembali.

Penulis: Yuniar Firdaus, S.Si, Praktisi pendidikan

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement