Sabtu 09 Jul 2022 16:02 WIB

Kemenag Jatim Ingin Kasus Kekerasan Seksual di Pesantran tak Terjadi Lagi

Kasus pelecehan seksual terjadi di pesantren Kabupaten Jombang dan Banyuwangi.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Polisi berjaga di depan gerbang Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022),  saat proses upaya penangkapan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT).
Foto: ANTARA/Syaiful Arif
Polisi berjaga di depan gerbang Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022), saat proses upaya penangkapan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kementerian Agama Jawa Timur (Kemenag Jatim) meminta asas pendirian pondok pesantren (ponpes) dijunjung tinggi. Sehingga kasus kekerasan seksual, seperti di ponpes Kabupaten Jombang, tidak akan terjadi lagi.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Ponpes Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Timur As'adul Anam menyebutkan, kasus kekerasan atau pelecehan seksual di pesantren telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. "Terbaru di Jatim memang ada dua kasus, yaitu di Pondok Pesantren Banyuwangi dan Jombang," ujarnya di Kota Surabaya, Provinsi Jatim, Sabtu (9/7/2022).

Baca: Agar Hemat, Warganet Usul ke KPU Pilpres 2024 Pakai Aplikasi MyKardus

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu ponpes Jombang, berujung pada pencabutan izin operasional. Kebijakan itu dilakukan Kemenag karena terindikasi ada perintah dari kiai untuk menghalangi kepolisian saat hendak menangkap putranya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecahan seksual. Sehingga, hal itu jelas melanggar asas kemaslahatan pesantren.

Anam menjelaskan, syarat pendirian ponpes sebelum memperoleh izin operasional dari Kemenag adalah wajib memenuhi rukun makhat. Di antaranya, meliputi asas kebangsaan, kemanfaatan dan kemaslahatan. "Kalau asas-asas pendirian pesantren itu dijunjung tinggi, tentu tidak akan terjadi kekerasan dalam bentuk apapun di pondok pesantren," ucapnya.

Menurut Anam, tidak hanya kiai pendiri ponpes ang harus menjunjung tinggi asas tersebut, namun juga berlaku bagi seluruh pemangku kebijakan setempat. Kemenag Jatim, lanjut Anam, sebenarnya selama ini telah mengawasi keberlangsungan belajar mengajar di seluruh ponpes yang memperoleh izin operasional.

Bahkan Kemenag turut menggandeng Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) dari Nahdlatul Ulama (NU) dalam proses pengawasannya. Belum lama lalu, menurut Anam, Kemenag bersama RMI telah mendeklarasikan pesantren ramah santri. "Saat ini kami sedang menyusun buku panduan pesantren ramah santri, demi mencegah terjadinya kekerasan dalam bentuk apapun," katanya.

Anam memastikan, saat ini Kemenag juga telah berkoordinasi dengan perwakilan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa UNICEF untuk melaksanakan proses pendampingan, khususnya terhadap santri yang pernah mendapatkan kekerasan seksual.

Baca: ITS Sanksi Rektor ITK Terkait Tulisan Penutup Kepala Manusia Gurun

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement