Kamis 07 Jul 2022 18:29 WIB

SKK Migas Siap Antisipasi Hadapi Ancaman Krisis Energi

Ketika ada konflik antar negara harga minyak dunia naik.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus melakukan berbagai antisipasi menghadapi ancaman krisis energi dengan mewujudkan ketahanan energi di Tanah Air.

"Saat ini ada tiga isu seputar energi yaitu pandemi, masalah transisi energi, dan konflik antarnegara membuat harga minyak dan gas menjadi tinggi, untuk itu kita terus melakukan antisipasi mewujudkan ketahanan energi," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto di Padang, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga

Ia menyampaikan hal itu saat memberikan kuliah umum di Universitas Andalas (Unand) Padang dengan tema Strategi Membangun Ketahanan energi di Era Transisi Untuk Mendukung Pembangunan Nasional Yang Berkelanjutan dan penandatanganan nota kesepahaman. Menurut dia ancaman terdepan yang dihadapi adalah krisis energi dan ketika ada konflik antar negara harga minyak dunia naik.

"Ini momen menarik bagi pengambil keputusan, perusahaan, dan pemerintah karena dunia sedang gonjang ganjing sehingga perlu pengambilan keputusan yang tepat," kata dia.

Ia memaparkan apa yang terjadi di Ukraina menyebabkan peta energi kocar kacir karena ketergantungan negara di Eropa terhadap energi Rusia."Kita tidak pernah menduga harga minyak yang dulu anjlok sampai 20 dolar, hari ini bisa di atas 120 dolar per barel," kata dia.

Oleh sebab itu presiden mencoba mengambil langkah agar persoalan ini bisa diatasi.Kemudian dari saat ini Indonesia tengah menghadapi energi transisi diantaranya adalah nol emisi pada 2026.

"Konsekuensinya ada tambahan biaya bagi sektor industri yang masih menghasilkan CO2," kata dia.

Untuk itu SKK Migas menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi termasuk Unand bagaimana mewujudkan nol emisi ini.Selanjutnya langkah yang perlu diambil adalah upaya mengangkat produksi minyak dan gas untuk mengurangi defisit.

"Sekarang kita dihadapkan pada bagaimana menaikkan produksi dan mengantisipasi energi transisi," ujarnya.

Ia melihat peran energi baru dan terbarukan berperan dalam menghadapi energi dan transisi dan mewujudkan kemandirian energi."Salah satunya adalah gas sehingga perlu dilakukan konversi dari minyak dan gas secara bertahap," ujarnya.

Selain itu pihaknya juga tengah menyiapkan renstra soal minyak dan gas mulai dari aspek produksi hingga SDM meliputi 10 pilar.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement