Rabu 06 Jul 2022 22:01 WIB

Pemimpin Taliban Minta Komunitas Internasional tak Intervensi Afghanistan

Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
 Pasukan Taliban menjaga bantuan di lokasi perkemahan bagi para penyintas gempa bumi di distrik Gayan di provinsi Paktika, Afghanistan, Minggu, 26 Juni 2022. Gempa bumi dahsyat mengguncang wilayah pegunungan di Afghanistan timur pada Rabu pagi, meratakan batu dan lumpur. rumah bata di gempa paling mematikan di negara itu dalam dua dekade, kantor berita pemerintah melaporkan.
Foto: AP/Ebrahim Noroozi
Pasukan Taliban menjaga bantuan di lokasi perkemahan bagi para penyintas gempa bumi di distrik Gayan di provinsi Paktika, Afghanistan, Minggu, 26 Juni 2022. Gempa bumi dahsyat mengguncang wilayah pegunungan di Afghanistan timur pada Rabu pagi, meratakan batu dan lumpur. rumah bata di gempa paling mematikan di negara itu dalam dua dekade, kantor berita pemerintah melaporkan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Pemimpin tertinggi Taliban Mullah Haibatullah Akhundzada mengatakan, Afghanistan tidak akan digunakan untuk melancarkan serangan terhadap negara lain. Namun dia meminta masyarakat internasional untuk tidak mengintervensi urusan internal negaranya.

“Kami meyakinkan tetangga kami, kawasan dan dunia, kami tidak akan mengizinkan siapa pun menggunakan wilayah kami untuk mengancam keamanan negara lain. Kami juga ingin negara lain tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri kami,” kata Akhundzada dalam pidato menjelang hari raya Idul Adha, Rabu (6/7), dikutip laman Al Araby.

Baca Juga

Dia pun meyakinkan bahwa Taliban menginginkan hubungan diplomatik, ekonomi, dan politik yang baik dengan dunia, termasuk Amerika Serikat (AS). “Kami menganggap ini untuk kepentingan semua pihak,” ucapnya.

Bulan lalu, Taliban menuding AS menjadi penghambat terbesar bagi pemerintahan mereka untuk memperoleh pengakuan internasional. “Sejauh menyangkut pengakuan oleh negara-negara asing, saya pikir AS adalah hambatan terbesar,” kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid, 18 Juni lalu, dikutip laman Voice of America.

Menurut Mujahid, AS tak membiarkan negara lain mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Washington sendiri masih menolak mengambil langkah apa pun terkait isu pengakuan Taliban.

Mujahid mengklaim, Taliban telah memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan agar diakui pemerintahannya di Afghanistan. Dia mengingatkan semua negara, termasuk AS, mereka perlu menyadari bahwa keterlibatan politik dengan Taliban adalah kepentingan semua pihak. Sebab hanya dengan tindakan semacam itu dunia dapat secara resmi membahas “keluhan” mereka terhadap Taliban.

Mujahid kembali menekankan, Taliban ingin memiliki hubungan baik dengan AS, sejalan dengan kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak di Doha, Qatar, pada Februari 2020 lalu. “Kami adalah musuh dan memerangi AS selama AS menduduki Afghanistan. Perang itu telah berakhir sekarang,” ucapnya.

Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Beberapa negara Barat, termasuk AS, bahkan masih menerapkan sanksi ekonomi terhadap Afghanistan yang kini dipimpin Taliban, Salah satu penyebab tak diakuinya pemerintahan Taliban adalah karena mereka belum menunjukkan komitmen untuk memenuhi hak-hak dasar warga Afghanistan, terutama bagi kaum perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement