Rabu 06 Jul 2022 13:43 WIB

Pertamina: Pertalite Harusnya Dijual Rp 17.200 Per Liter

Karena masuk BBM penugasan, Pertalite tetap dijual Rp 7.650.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) Pertalite di SPBU George Obos, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (5/7/2022). Pemkot Palangka Raya mengeluarkan Surat Edaran tentang pengaturan pembatasan pembelian jenis BBM pertalite dan solar untuk kendaraan roda empat maksimal sebesar Rp200 ribu dan kendaraan roda dua maksimal sebesar Rp50 ribu sebagai upaya mencegah terjadinya kelangkaan serta diperjualbelikan kembali oleh pengecer BBM.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) Pertalite di SPBU George Obos, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (5/7/2022). Pemkot Palangka Raya mengeluarkan Surat Edaran tentang pengaturan pembatasan pembelian jenis BBM pertalite dan solar untuk kendaraan roda empat maksimal sebesar Rp200 ribu dan kendaraan roda dua maksimal sebesar Rp50 ribu sebagai upaya mencegah terjadinya kelangkaan serta diperjualbelikan kembali oleh pengecer BBM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan, Pertamina seharusnya menjual Pertalite seharga Rp 17.200 per liter sesuai harga keekonomian. Lonjakan itu adalah imbas kenaikan harga minyak dunia.

Namun, karena saat ini Pertalite termasuk BBM jenis penugasan maka Pertamina tetap menjual Pertalite di harga Rp 7.650. "Artinya, pemerintah perlu menambal Rp 9.550 per liter," ujar Nicke saat RDP dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (6/7/2022).

Baca Juga

Nicke mengatakan, pada tahun ini pemerintah menetapkan kuota Pertalite sebesar 23 juta KL. Namun faktanya, konsumsi Pertalite hari ini melonjak dan diprediksi konsumsi bisa menjadi 28,5 juta KL hingga akhir tahun nanti.

"Tapi saat ini, Pemerintah akan merevisi Perpres 191/2014 soal kriteria penerima BBM subsidi. Kalau regulasinya sudah keluar, maka prognosanya 26,71 juta KL," ujar Nicke.

Menurut data dari Kemenkeu, kata Nicke, dari 40 persen masyarakat miskin ini hanya mengonsumsi 20 persen BBM subsidi. Sedangkan 60 persen dari masyarakat mampu ini malah mengkonsumsi BBM bersubsidi.

"Oleh karena itu kita sangat menanti perubahan regulasi kriteria ini sehingga kami bisa menyalurkan BBM subsidi ini lebih tepat sasaran," tutup Nicke.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement