Senin 04 Jul 2022 23:57 WIB

Apindo: Dampak Konflik Rusia-Ukraina tak Seburuk Pandemi Covid-19

Apindo menyebut efek konflik Rusia-Ukraina bisa diatasi dengan subtitusi komoditas

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Apindo Hariyadi B Sukamdani . Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kondisi sekarang lebih baik dibandingkan saat pandemi Covid-19. Meski ada persoalan geopolitik Rusia dan Ukraina.
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Ketua Apindo Hariyadi B Sukamdani . Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kondisi sekarang lebih baik dibandingkan saat pandemi Covid-19. Meski ada persoalan geopolitik Rusia dan Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kondisi sekarang lebih baik dibandingkan saat pandemi Covid-19. Meski ada persoalan geopolitik Rusia dan Ukraina.

Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani menjelaskan, ketika pandemi seluruh negara di dunia termasuk Indonesia alami kesulitan karena berkaitan dengan masalah kesehatan. Hal itu menyebabkan adanya larangan beraktivitas, sehingga perekonomian terkendala.

Sementara, koflik Rusia dengan Ukraina merupakan masalah geopolitik. Hal itu lebih dapat diatasi walau menyebabkan kenaikan harga pada beberapa barang.

"Memang ada masalah dengan kenaikan energi, ada masalah kenaikan bahan baku pangan, dan sebagainya," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara online dan offline, Senin (4/7). Meski begitu, lanjutnya, permasalahan itu dapat dikelola melalui berbagai aturan.

Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintah negeri ini dalam menghadapi kondisi geopolitik, sambungnya, yakni dengan menyiapkan substitusi komoditas. Terutama komoditas yang mengalami kenaikan harga maupun kelangkaan akibat konflik Rusia dan Ukraina.

Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menambahkan, keputusan Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen sangat membantu pelaku usaha. Ia berharap bank sentral saat ini dapat tetap mempertahankan kebijakan suku bunga acuannya karena akan mempengaruhi kondisi inflasi, terutama dari segi stabilitas pasar.

Ia menuturkan, peningkatan inflasi tengah menjadi kekhawatiran berbagai negara, rermasuk Indonesia. Hanya saja menurutnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kondisi inflasi jauh lebih baik 

Shinta menuturkan, faktor pendorong inflasi di tanah air berasal dari internal dan eksternal. Dari sisi internal, terdapat kombinasi kenaikan harga bahan baku impor yang kemudian mempengaruhi kenaikan harga di pasar seperti bahan bakar minyak (BBM) dan logistik.

Sementara dari sisi eksternal, inflasi dipicu oleh kombinasi kelangkaan pangan dan energi, kenaikan harga komoditas global, serta ketidaklancaran rantai pasokan dan logistik."Ini yang sangat mengganggu terutama karena adanya konflik Rusia dan Ukraina, sehingga juga berpengaruh ke pelemahan nilai tukar rupiah," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement