Rabu 13 Apr 2011 13:24 WIB

Duh...Korban Banjir Desa Lasaen, NTT Memasak dengan Air Keruh

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG - "Sudah hampir dua minggu ini, perkampungan kami digenangi banjir sehingga kami terpaksa merebus pisang dengan lumpur (air keruh bercampur tanah)," kata Edmundus dan Arnold Nahak, dua kakak beradik asal Desa Lasaen, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu yang dihubungi dari Kupang, Rabu (13/4)

.

Dua kakak beradik ini menuturkan secara polos kehidupan masyarakat yang masih bertahan di desa yang paling parah terkena banjir akibat meluapnya Sungai Benenain di selatan Kabupaten Belu itu.

Sebagian besar warga sudah mengungsi ke SDK Besikama I, namun mereka juga kehabisan bahan makanan. "Kami hanya bisa rebus pisang untuk makan, karena tidak ada makanan lagi," ucap Yohanes Seran (39) di pengungsian SDK Besikama I, lirih.

Dalam dua tahun terakhir, masyarakat di wilayah Kecamatan Malaka Barat praktis tidak bisa menanam padi dan tanaman palawija seperti jagung dan umbi-umbian, karena wilayah mereka terus digenangi air yang datang dari Sungai Benenai.

Menurut Edmundus dan Arnold Nahak, sebagian besar sumur penduduk sudah tercemar banjir, sehingga tidak bisa lagi dikonsumsi, baik untuk air minum maupun memasak.

"Kami sudah tidak bisa tahan lagi rasa lapar ini, sehingga air banjir pun kami gunakan untuk merebus pisang," kata Arnold Nahak seraya menambahkan pisang tersebut dimakan dengan kelapa mentah sebagai pengganti lauk.

Ia menuturkan bahwa dalam dua pekan terakhir para korban banjir di Desa Lasaen hanya mengkonsumsi pisang rebus dan kelapa mentah serta pucuk daun pepaya maupun pisang.

"Persediaan beras dan jagung sudah habis, apalagi dalam dua tahun terakhir kami praktis tidak lagi berkebun dan berladang, karena areal yang ada digenangi air," ujarnya.

Menurut Edmundus, mengonsumsi pisang rebus dan kelapa mentah serta pucuk daun pepaya itu bukan sesuatu yang baru bagi masyarakat di Desa Lasaen.

"Kami hanya minta pemerintah untuk segera memperbaiki tanggul penghalang banjir di Dusun Bikolo yang hancur diterjang banjir pekan lalu. Kalau tanggul ini diperbaiki, banjir tidak akan melintas lagi di wilayah kami," tuturnya, berharap.

Salah seorang kepala suku dari Desa Lasaen, Yohanes Seran Bere Bria (60), juga mengharapkan pemerintah untuk segera membangun kembali tanggul penghalang banjir tersebut. "Saya sudah berulang kali menyampaikan hal itu kepada Camat Malaka Barat, namun sama sekali tidak ditanggapi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement