Kamis 24 Nov 2011 04:05 WIB

Bangkitkan Sejarah Melalui Kirab Resolusi Jihad NU

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Kirab Resolusi Jihad Nahdatul Ulama (NU) memasuki Losari Kabupaten Cirebon Jawa Jawa Barat, Rabu (23/11) sekitar pukul 13.00 WIB. Pasukan kirab yang berangkat dari Surabaya, Jawa Timur, sejak Ahad (20/11) itu disambut Menakertrans, Muhaimin Iskandar, dan Korwil NU Jabar, Helmy Faisal Zaini.

Pasukan kirab yang berjumlah ratusan orang itu kemudian diarak menggunakan Singa Depok. Arak-arakan itu dimulai dari jembatan Sungai Cisanggarung, yang merupakan perbatasan Provinsi Jawa Tengah-Jawa Barat, hingga panggung acara di terminal Losari yang berjarak sekitar 100 meter.

Pasukan kirab yang menggunakan ratusan motor dan puluhan mobil itu mengarak bendera Merah Putih dan pataka NU. Selanjutnya, benda-benda tersebut diserahkan kepada Helmy Faisal Zaini.

Muhaimin Iskandar, mengungkapkan kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Pahlawan 10 November. Selain itu, kegiatan tersebut juga dimaksudkan untuk membangkitkan sejarah perjuangan para tokoh NU dalam menegakkan kedaulatan NKRI.

Menurut Muhaimin, bangsa Indonesia selama ini hanya mengenal tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Padahal, peristiwa 10 November tidak akan terjadi tanpa adanya peristiwa pada 22 Oktober 1945.

Saat itu, terang Muhaimin, Rais Akbar NU, KH Hasyim Asyari, bersama kiai-kiai besar NU lainnya telah menyerukan jihad fi sabilillah. Seruan itu dimaksudkan agar bangsa Indonesia mempertahankan NKRI yang baru diproklamasikan.

Namun, kata Muhaimin, resolusi jihad yang diserukan para kyai NU pada 22 Oktober 1945 itu belum diakui secara resmi keberadaannya dalam sejarah Indonesia. Padahal, keberadaan resolusi jihad itu memiliki bukti otentik yang tersimpan di Museum Leiden Belanda. "Hal ini sangat disayangkan," kata Muhaimin.

Hal senada diungkapkan perwakilan dari tokoh NU Kabupaten Cirebon, KH Lutfi Fuad Hasyim. Dia mengatakan, berdirinya NKRI tak dapat dipisahkan dari perjuangan para kyai dan santri.

Lutfi menyebutkan, salah satu tokoh yang terlibat dalam rapat pada 22 Oktober 1945  adalah KH Abdullah Abas. Tokoh yang berasal dari Pondok Pesantren Buntet Cirebon itu bahkan dikenal sebagai Singa dari Jawa Barat.

Lutfi menjelaskan, KH Abdullah Abas merupakan ahli strategi perang. Karena itu, kedatangannya ke Surabaya pun disambut gembira masyarakat Surabaya. "Tapi sayang, tokoh-tokoh NU yang berperan pada masa itu tidak masuk dalam sejarah," kata Lutfi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement