Jumat 01 Jul 2022 19:15 WIB

Taiwan: Kebebasan Hong Kong Hilang

Pemimpin Taiwan Su Tseng-chang mengatakan kebabasan Hong Kong menghilang

Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, Presiden China Xi Jinping, tengah dan istrinya Peng Liyuan, kiri tengah, melambai ke kerumunan yang menyambut saat mereka tiba di stasiun kereta api di Hong Kong, Kamis, 30 Juni 2022. Xi telah tiba di Hong Kong menjelang peringatan 25 tahun penyerahan Inggris dan setelah transformasi dua tahun membawa kota itu lebih erat di bawah kendali Partai Komunis. Ini adalah perjalanan pertama Xi ke luar daratan China dalam hampir 2,5 tahun.
Foto: Xinhua via AP
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, Presiden China Xi Jinping, tengah dan istrinya Peng Liyuan, kiri tengah, melambai ke kerumunan yang menyambut saat mereka tiba di stasiun kereta api di Hong Kong, Kamis, 30 Juni 2022. Xi telah tiba di Hong Kong menjelang peringatan 25 tahun penyerahan Inggris dan setelah transformasi dua tahun membawa kota itu lebih erat di bawah kendali Partai Komunis. Ini adalah perjalanan pertama Xi ke luar daratan China dalam hampir 2,5 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Kebebasan di Hong Kong "menghilang" dan China gagal memenuhi janjinya untuk tidak melakukan perubahan selama 50 tahun, kata Pemimpin Taiwan Su Tseng-chang pada Jumat (1/7/2022) saat peringatan 25 tahun kembalinya Hong Kong ke China.

Presiden China Xi Jinping berada di Hong Kong untuk mengambil sumpah pemimpin barunya, mantan kepala keamanan John Lee, yang mendapat sanksi dari Amerika Serikat atas perannya dalam menerapkan undang-undang keamanan nasional di sana. Kebanyakan orang di Taiwan yang diklaim China tidak menunjukkan minat untuk diperintah oleh Beijing, dan pemerintah Taiwan telah berulang kali menolak tawaran China mengenai "satu negara, dua sistem" untuk memerintah pulau itu, seperti halnya Hong Kong dan Makau.

Berbicara kepada wartawan di Taipei, Su mengatakan janji-janji bahwa kehidupan akan berjalan seperti biasa di Hong Kong setelah serah terima tidak ditepati.

"Waktunya baru 25 tahun, dan di masa lalu janji 50 tahun tidak ada perubahan. 'Tarian akan terus berlanjut dan kuda masih berlari' telah menghilang, dan bahkan kebebasan dan demokrasi telah lenyap," tambahnya, merujuk pada ungkapan Hong Kong tentang bagaimana hidup tidak akan berubah di bawah pemerintahan China.

"Kami juga tahu bahwa kami harus berpegang teguh pada kedaulatan, kebebasan, dan demokrasi Taiwan," tambah Su. "Apa yang disebut 'satu negara, dua sistem' China sama sekali tidak tahan uji."

Protes anti pemerintah di Hong Kong, diikuti dengan tindakan keras dan penerapan undang-undang keamanan nasional yang keras telah dikutuk secara luas di Taiwan yang demokratis. Beijing dan pemerintah Hong Kong mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk memulihkan stabilitas kota.

Inggris mengembalikan Hong Kong ke pemerintahan China pada 1 Juli 1997, di bawah formula "satu negara, dua sistem" yang menjamin otonomi luas dan independensi peradilan yang tidak terlihat di China daratan. Kritik terhadap pemerintah, termasuk negara-negara Barat, menuduh pihak berwenang menginjak-injak kebebasan itu, yang ditolak Beijing dan Hong Kong.

China telah meningkatkan tekanan militer dan politiknya untuk membuat Taiwan menerima kedaulatan China. Pemerintah Taiwan mengatakan hanya rakyat pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.

sumber : Antara / Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement