Selasa 28 Jun 2022 10:59 WIB

Pembangunan Perkotaan Berwawasan Kesehatan Kolaborasi, Sinergitas dan Integritas

Kesehatan masyarakat yang optimal terwujud jika semua komponen bangsa ikut berperan

Kendaraan melintas dengan latar belakang gedung bertingkat di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan/hp.
Kendaraan melintas dengan latar belakang gedung bertingkat di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Dr Nining Mularsih SKM M Epid, Suku Dinas Kesehatan Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Masyarakat perkotaan merupakan satuan kehidupan sosial yang berbeda dengan masyarakat perdesaan. Beberapa karakteristik masyarakat kota dapat memengaruhi pembangunan kota. 

Pertama, masyarakat yang heterogen memiliki latar belakang (suku, agama, ras dan budaya) yang berbeda. Kedua, masyarakat perkotaan secara psikologis cenderung memiliki sifat yang individualis, egois, lebih mementingkan kehidupan pribadinya daripada kehidupan sosial. 

Selain karakteristik yang dapat memengaruhi, perlu juga diketahui ketahanan masyarakat kota dalam menerima perubahan. Ketahanan menurut Twigg (2007) yaitu: (a) kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi; (b) kapasitas untuk mengelola atau mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur dasar tertentu, selama kejadian-kejadian yang mendatangkan bencana atau malapetaka; dan (c) kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu kejadian.

Prioritas utama pemerintah dalam mempersiapkan ketahanan masyarakat untuk masa depan kota yang berkelanjutan dengan memastikan terwujudnya koordinasi dan komunikasi diantara berbagai level perencana dan pengambil kebijakan, bersinergi dengan komunitas nasional/internasional, dan masyarakat lokal. Prioritas lainnya adalah penguataan kerja sama dan kelembagaan antar pemerintah daerah dengan melibatkan institusi dan sektor swasta serta memanfaatkan hasil kajian para akademisi yang sering kali terabaikan.

Beberapa hal yang bisa diidentifikasi pemerintah kota dalam meningkatkan ketahanan masyarakat perkotaan antara lain, (a) Masyarakat perkotaan mampu menyerap teknologi informasi menjadi kekuatan sehingga menjadi sebuah peluang untuk media transfer informasi secara cepat. (b) Sifat individualisme pada masyarakat perkotaan dapat dijadikan kekuatan untuk meningkatkan kemandirian. 

(c) Mempertahankan dan memperkuat lembaga-lembaga yang sudah ada termasuk mempertahankan satuan tugas (satgas) yang sudah terbentuk saat pandemi Covid-19 untuk keterlibatan jangka panjang. (d) Meningkatkan kerja sama lintas profesi, ahli kesehatan masyarakat, teknik lingkungan, arsitek, dan interdisiplin ilmu lainnya dalam membangun infrastruktur yang layak bagi masyarakat perkotaan. Kota yang memiliki konsep perencanaan lingkungan dan kesehatan diyakini lebih berdaya tahan menghadapi masalah-masalah dimasa depan.

Hal Yang Perlu Menjadi Perhatian dalam Pembangunan Kota

Secara garis besar, menurut Surjadi (2013), ada empat dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan kota. Pertama pertumbuhan penduduk yang cepat serta peningkatan kepadatan penduduk ditandai dengan tingginya tingkat kepadatan hunian, kepadatan bangunan dan kepadatan kendaraan yang berakibat kemacetan. 

Kedua, peningkatan pencemaran biologi, kimia, fisik terhadap udara, air dan tanah akibat industrialisasi, transportasi dan produksi energi, serta peningkatan sampah komersial dan sampah domestik.

Ketiga, ketidakmampuan keuangan dan administrasi kota untuk menyediakan infrastruktur pelayanan bagi penduduk seperti air, sanitasi, fasilitas kesehatan, lapangan kerja, perumahan, pengelolaan sampah, dan serta jaminan keamanan termasuk pengawasan keadaan lingkungan serta pelayanan kesehatan dan sosial.

Keempat, peningkatan jumlah penduduk miskin yang sebagian besar terpaksa tinggal diperkampungan kumuh dan tempat hunian lain yang tidak layak dan berbahaya bagi kesehatan seperti kolong jembatan, tempat penampungan sampah dan lain lain.

Wawasan Kesehatan Bagi Perencana Pembangunan Kota

Pertumbuhan masyarakat perkotaan dan urbanisasi berlangsung lebih cepat dibandingkan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan lingkungan. Hal tersebut dapat berdampak pada kelangkaan ketersediaan air bersih, deteriorasi kualitas lingkungan, peningkatan cidera dan kecelakaan, peningkatan kekerasan dan kriminalitas, peningkatan kejadian penyakit infeksi dan risiko terjadinya kejadian luar biasa (outbreak), peningkatan perilaku tidak sehat, dan peningkatan kejadian penyakit kronis/tidak menular. 

Indonesia dihadapkan pada kondisi “triple burden”, dimana satu sisi kasus penyakit menular masih menjadi masalah yang belum dapat dieliminasi (TBC, HIV, Kusta, DBD) di sisi lain kasus penyakit tidak menular mulai meninggi sementara penyakit infeksi emerging muncul. Hal ini harus menjadi prioritas perhatian pemerintah bagaimana mengagendakan seluruh pembangunan berwawasan kesehatan, menganalisa faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat perkotaan, mempertahankan dan pendampingan hal positif yang sudah terbentuk. Pembangunan berwawasan kesehatan tidak hanya untuk  diamini tetapi juga semestinya diimani.

Indonesia merupakan salah satu negara yang terguncang dengan serangan Covid-19 dan pada akhirnya mampu menanggulangi dan beradaptasi. Strategi penanggulangan krisis pandemi Covid-19 melalui sinergi multi institusi dan multi stakeholders dimana kebijakan penanganan terus dimodifikasi mengikuti perkembangan kasus. Implementasi nyata sinergitas dan kolaborasi satuan kerja pemerintah, swasta dan masyarakat kita saksikan bersama melalui berbagai media massa, rapat koordinasi rutin dilakukan untuk mengevaluasi penerapan kebijakan. 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement