Selasa 28 Jun 2022 07:36 WIB

Bank Sentral di Asia Andalkan Cadangan Devisa Halau Tekanan Dolar AS

Cadangan devisa negara-negara Asia terus menurun dalam setahun terakhir.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Pegawai menghitung mata uang dolar AS di jasa penukaran mata uang (ilustrasi). Sejumlah bank sentral di Asia memanfaatkan cadangan devisa untuk memperkuat nilai tukar mata uang yang melemah terhadap dolar AS.
Foto: Republika/ Wihdan
Pegawai menghitung mata uang dolar AS di jasa penukaran mata uang (ilustrasi). Sejumlah bank sentral di Asia memanfaatkan cadangan devisa untuk memperkuat nilai tukar mata uang yang melemah terhadap dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah bertahun-tahun membangun cadangan devisa, sejumlah bank sentral di Asia memanfaatkannya untuk memperkuat nilai tukar mata uang yang melemah terhadap dolar AS. Cadangan devisa Thailand, Filipina, Korea Selatan, India, Malaysia, hingga Indonesia terus menurun dalam setahun terakhir.

"Beberapa negara akan menggunakan cadangan mereka untuk menstabilkan mata uang ketika pergerakannya berlebihan," kata Manajer Portofolio Makro Global di GAMA Asset Management Jenewa, Rajeev De Mello dilansir Bloomberg, Senin (27/6/2022).

Baca Juga

Cadangan devisa Thailand turun menjadi 221,4 miliar dolar AS pada 17 Juni, dalam data yang dirilis akhir pekan lalu. Nilai tersebut adalah yang terendah dalam lebih dari dua tahun. Di Indonesia, cadangan devisa  pada Mei 2022 adalah yang terkecil sejak November 2020.

Cadangan di Korea Selatan dan India juga berada pada titik terendah dalam lebih dari setahun. Sementara itu, stok cadangan devisa Malaysia mengalami penurunan terbesar sejak 2015. Cadangan devisa di Asia menurun tahun ini karena tekanan yang terus meningkat dari mata uang Amerika Serikat.

"Mereka tahu bahwa mereka tidak dapat membalikkan kelemahan mata uang mereka terhadap dolar AS, tetapi mereka dapat memuluskan penurunan," katanya.

Belajar dari krisis keuangan Asia 1997, bank sentral telah mengumpulkan dolar untuk membantu mempertahankan mata uang mereka selama periode perubahan pasar yang liar. Tahun ini, ketika Federal Reserve yang hawkish meningkatkan dolar AS, bank sentral telah membalikkan pembelian.

Thailand dan Indonesia termasuk di antara mereka yang telah berjanji untuk mengurangi volatilitas mata uang. Bangko Sentral ng Pilipinas mengatakan membiarkan pasar menentukan nilai peso terhadap dolar, dan hanya melakukan intervensi untuk menahan volatilitas.

"Bank-bank sentral di Asia cenderung 'bersandar melawan angin', menggunakan intervensi foreign exchange/ untuk memperlancar penyesuaian nilai tukar," kata Co-head of Asian economics research di HSBC Holdings Plc, Frederic Neumann.

Mata uang Asia mungkin berada di bawah tekanan lebih besar karena The Fed bersiap untuk kenaikan suku bunga besar lainnya bulan depan. Analis memperkirakan kenaikan minimal 50 basis poin.

Mata uang regional sudah melayang di posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir. Peso Filipina pada hari Senin (27/6/2022) merosot ke level terlemahnya sejak 2005, sementara rupee India turun ke rekor terendah pekan lalu.

"Pembalikan tren membutuhkan lebih banyak upaya, mungkin hanya mulai terjadi begitu investor dapat melihat dengan lebih jelas akhir dari siklus pengetatan Fed," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement