Jumat 24 Jun 2022 14:52 WIB

Harga Sawit Petani Melorot, Legislator: Nasib Mereka Sangat Mengenaskan  

petani sawit kecil kita itu nasibnya ibarat sudah jatuh tertimpa tangga

Seorang petani bersiap untuk membawa buah sawit yang baru dipanen di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, 23 Mei 2022.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Seorang petani bersiap untuk membawa buah sawit yang baru dipanen di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, 23 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deddy Yevri Storus, anggota Komisi 6 DPR RI, meminta Menko Maritim dan Investasi serta Menteri Perdagangan untuk memperhatikan nasib dan kondisi belasan juta petani sawit kecil yang saat ini sangat mengenaskan. Ia mengibaratkan petani sawit kecil kita itu nasibnya ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

"Nasib mereka sangat mengenaskan. Harga TBS (Tandan Buah Segar) sawit rakyat sekarang terjun bebas, jauh di bawah harga keekonomian dan sangat merugikan," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (24/6).

Deddy juga mempertanyakan anomali antara harga global, domestik dengan harga keekonomian TBS dan migor yang tidak sinkron. "Coba lihat fakta-fakta yang ada," ujarnya. 

Saat ini demand CPO global, kata Deddy, terlihat mengalami penurunan hampir 30 persen dan harga patokan sudah diangka 4.632 Ringgit Malaysia (USD 1.053) atau sekitar Rp. 15.584/kg per 22 Juni 2022. Angka itu jika dikurangi pajak ekspor, pungutan levi, dan biaya port diluar kewajiban DMO berarti harga CPO domestik seharusnya berada di Rp. 11.026/kg.

Selanjutnya jika merujuk harga domestik yang mengacu pada lelang KPB tersebut ditambah kewajiban DMO 16,7 persen, Deddy mengatakan maka harga CPO harusnya berada di Rp. 10.780/kg.

"Jika harga domestik sebesar itu maka logikanya harga ke-ekonomian TBS petani (dengan rendemen 20 persen) seharusnya berada di atas Rp. 2.000/kg tergantung daerahnya atau rata-rata Rp. 2.156/kg. Tetapi fakta menunjukkan bahwa harga riel di lapangan berada di bawah Rp.1.500, bahkan dibanyak daerah sudah terjun bebas di kisaran Rp. 400 – Rp. 1.000/kg TBS," jelasnya. 

Oleh karena itu Deddy menyarankan agar Pemerintah melalui Kemendag segera memangkas proses ijin PE sehingga ekspor CPO dapat berjalan lebih cepat. Ia yakin hal itu akan mempercepat perputaran pasokan dan meningkatkan kapasitas tangki penyimpanan CPO. 

"Selanjutnya, tambahan kewajiban sebesar USD 200/MT sebaiknya dicabut karena tidak ekonomis dan menjadi disinsentif ekspor yang menyebabkan penumpukan stok dan membuat harga TBS ambruk," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement