Kamis 23 Jun 2022 09:11 WIB

Jepang Pastikan Stop Pendanaan Proyek PLTU di Indonesia

Jepang hentikan pendanaan proyek PLTU demi kurangi emisi karbon

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB. Pemerintah Jepang memastikan untuk menghentikan semua kerjasama dan pendanaan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di negara berkembang seperti Indonesia dan Bangladesh. Langkah ini dilakukan Jepang untuk mengurangi emisi karbon.
Foto: ANTARA/Ahmad Subaidi
Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB. Pemerintah Jepang memastikan untuk menghentikan semua kerjasama dan pendanaan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di negara berkembang seperti Indonesia dan Bangladesh. Langkah ini dilakukan Jepang untuk mengurangi emisi karbon.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang memastikan untuk menghentikan semua kerjasama dan pendanaan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di negara berkembang seperti Indonesia dan Bangladesh. Langkah ini dilakukan Jepang untuk mengurangi emisi karbon.

Sekretaris Kementerian Luar Negeri Jepang Hikariko Ono menjelaskan langkah ini dilakukan sebagai komitmen Jepang sebagai anggota G7 dan G20 yang sepakat untuk mengakhiri pendanaan untuk PLTU dan mengambil langkah untuk mengurangi emisi.

"Kami memutuskan untuk menghentikan semua pinjaman berbasis yen untuk proyek PLTU demi mengurangi emisi karbon," ujar Hikariko seperti dilansir dari Nikkei Asia, Kamis (23/6).

Namun, Hikariko memastikan Jepang tetap akan membantu semua negara berkembang untuk bisa mengembangkan proyek yang bisa menurunkan emisi karbon.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mendukung upaya strategis global dalam menekan emisi gas karbon di subsektor batubara melalu pemanfataan teknologi dan energi baru dan terbarukan (EBT). Langkah ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap pencapaian target emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) di tahun 206 atau lebih cepat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, pentingnya subsektor batubara dalam melakukan adaptasi perkembangan zaman. "Dalam beberapa tahun mendatang penggunaan batubara akan kalah pamor dengan EBT sebagai bagian dari proses transisi energi," kata Arifin saat memberikan sambutan pada kick off meeting High Level Advisory Group (HLAG) Coal in the Global Net Zero Transition secara virtual, Selasa (21/6).

Kementerian ESDM sendiri, sambung Arifin, tengah menyiapkan empat strategi dalam mereduksi emisi karbon, yaitu pembangunan industri hilir batubara, pemanfaatan clean coal technology di pembangkit, Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS), dan co-firing biomassa. "Implementasi strategi ini akan mempertimbangkan multiplier effect dari proses transisi energi itu sendiri. Satu sisi menutup sejumlah kesempatan kerja. Sisi lain akan membuka banyak peluang penciptaan lapangan kerja," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement