Selasa 21 Jun 2022 11:45 WIB

Pak, Tolong Perlakukan Suporter Sebagai Raja

Tanpa suporter sepak bola Indonesia tidak ada apa-apanya.

Suporter Persib Bandung atau bobotoh menunjukkan foto salah satu korban meninggal dunia saat aksi solidaritas bela sungkawa di depan Graha Persib, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Ahad (19/6/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas kepada Ahmad Solihin dan Sopiana Yusuf yang meninggal saat akan menonton pertandingan Persib Bandung melawan Persebaya Surabaya di stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada Jumat (17/6/2022), serta mengecam otoritas yang berfokus pada keuntungan semata. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Suporter Persib Bandung atau bobotoh menunjukkan foto salah satu korban meninggal dunia saat aksi solidaritas bela sungkawa di depan Graha Persib, Jalan Sulanjana, Kota Bandung, Ahad (19/6/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas kepada Ahmad Solihin dan Sopiana Yusuf yang meninggal saat akan menonton pertandingan Persib Bandung melawan Persebaya Surabaya di stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada Jumat (17/6/2022), serta mengecam otoritas yang berfokus pada keuntungan semata. Foto: Republika/Abdan Syakura

Oleh : Gilang Akbar Prambadi, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Uneg-uneg mengenai peristiwa pilu yang terjadi di ajang Piala Presiden 2022 beberapa hari lalu terus menggelayut di pikiran saya. Tewasnya dua orang pendukung Persib jelang laga Maung Bandung Vs Persebaya pada Jumat (17/6/2022) lalu tentu bukan kejadian main-main. Duka mendalam dari saya untuk kedua keluarga yang ditinggalkan.

Tadinya, saya berpikir, 'ah sudahlah, kabar duka sebaiknya segera diambil saja hikmahnya, kemudian cepat-cepat move on'. Atas dasar pemikiran itu, saya kemudian sempat mengganti fragmen di kepala. Saya memilih untuk bersemangat menulis tentang masa depan futsal negara kita. Selain masih ada kebanggaan atas keberhasilan timnas futsal menyabet medali perak di SEA Games 2021 bulan lalu, inspirasi juga muncul ketika saya menyaksikan tayangan liga futsal nasional. Ada aksi pemain terbaik dunia futsal asal Portugal, Ricardinho di sana kala timnya, Pendekar United, melawan Cosmo Jakarta beberapa hari lalu.

Benar-benar meriah, dan menjanjikan. Meriah karena tampak penonton sangat memadati tribun. Menjanjikan, karena kualitas permainan pada laga yang selesai dengan skor 3-3 itu sangat tinggi.

Namun, niatan menuangkan kekaguman terkait futsal itu agak luntur lagi setelah saya membaca sejumlah artikel dan menyaksikan tayangan berita terbaru mengenai kejadian pada laga Persib Vs Persebaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Kota Bandung, Jawa Barat itu.

Terutama soal kronologi tewasnya kedua almarhum, yakni Sopian Yusup dari Korwil Viking Bogor dan Ahmad Solihin Bobotoh asal Cibaduyut. Tak terbayang, niat hati berangkat dari rumah untuk menonton klub kesayangan, keduanya malah harus meregang nyawa.

Video yang diduga jadi penyebab kematian keduanya sudah banyak berseliweran. Diduga kuat, keduanya tewas karena lemas akibat berdesak-desakan mengantre di luar stadion GBLA.

Jelas, kematian di tengah pesta olahraga adalah sebuah noda. Apalagi, yang menjadi korban adalah suporter.

Gelaran Piala Presiden 2022 adalah soal membahagiakan suporter yang rindu menonton langsung di stadion. Ini mengingat sterilnya stadion dari penonton sudah berlangsung hampir dua tahun lamanya. Sehingga, apalagi alasan utama selain kerinduan itu?

Bila bicara gengsi gelar, turnamen pramusim ini tak lebih prestisius dari Liga 1. Bahkan, marwahnya masih di bawah turnamen bertitel sama yang digelar 2015 silam. Saat itu, hajatan Piala Presiden memang dihelat untuk menambal vakumnya kompetisi Liga 2015 akibat pembekuan dari FIFA. Maka bila gengsinya dibandingkan dengan saat ini, tentu jauh berbeda. Mohon diingat Piala Presiden 2022 hanyalah ajang pramusim.

Lantas bagaimana bila pihak yang seharusnya dipuaskan dan diobati rasa rindunya malah tewas seperti sekarang?

Berdasarkan data yang didapat dari match summary seusai pertandingan yang dimenangkan Persib itu, jumlah penonton di laga Persib vs Persebaya mencapai 37.872 orang. Artinya, 99,9% persen kursi penonton di Stadion GBLA terisi mengingat stadion ini berkapasitas 38 ribu penonton.

Lalu mengapa bisa ada lautan manusia di luar Stadion GBLA? Tak adakah antisipasi  sebelum gelombang manusia ini memasuki ring pertama stadion?

Sudah saatnya semua pihak yang mengurusi persepakbolaan Indonesia melihat suporter sebagai raja. Perlakukan kami yang datang ke stadion sebagai 'pelanggan'.

Sama seperti para penonton konser atau film. Pengalaman terbaik selalu kami dapatkan ketika datang untuk menonton pertunjukan musik dan film.

Kami sama-sama bayar, kami sama-sama ingin menyaksikan hiburan berkualitas.

Uang yang dihasilkan dari tiket pertandingan sepak bola itu luar biasa besar. Apalagi untuk laga yang melibatkan klub sebesar Persib Bandung di dalamnya.

Jadi saya mohon, pak, bu, manjakan kami, sayangi kami. Jangan biarkan kami berdesak-desakan, terinjak-injak di tanah, kemudian pergi untuk selama-lamanya. Tanpa kami, suporter, sepak bola Indonesia tak akan pernah ada apa-apanya.

Jangan terlalu percaya diri dengan menganggap kami tak akan pernah berpaling dari sepak bola. Ya kami tahu itu mungkin nyaris mustahil. Namun, memangnya ada yang pernah bisa menjamin masa depan?

Apalagi, saat ini futsal yang adalah sepak bola mini terus berkembang pesat. Bisa jadi, 'jodoh' kita ada di futsal. Faktanya, futsal yang dulunya olahraga rekreasi kini sudah menjelma menjadi olahraga prestasi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement