Selasa 21 Jun 2022 06:18 WIB

Kopi Robusta Ki Demang di Kaki Gunung Batu Pengangkat Kesejahteraan Warga

Kabupaten Bogor menyumbang 40 persen dari total produksi kopi robusta di Jabar.

Istri anggota Kelompok Tani Gunung Batu di Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, memilah biji kopi robusta Ki Demang.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Istri anggota Kelompok Tani Gunung Batu di Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, memilah biji kopi robusta Ki Demang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Shabrina Zakaria/Wartawan Republika

Di sebuah ruangan berukuran sekitar 4 x 4 meter, seorang perempuan paruh baya terlihat lihai mengayak biji kopi yang telah digiling. Empat (40 tahun), sapaannya, memilah antara biji kopi berukuran 0,6 dan 0,7 milimeter itu.

Biji kopi diayak di sebuah saringan. Tangannya tampak bergerak otomatis mengaduk agar biji kopi berukuran berbeda terpisah dengan baik.

Empat merupakan salah satu dari istri anggota Kelompok Tani Gunung Batu di Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, yang turut terlibat dalam proses pembuatan kopi robusta yang dinamakan Ki Demang. Dia dipercaya oleh sang pemilik dalam proses pemilihan biji kopi yang telah dijemur.

Empat senang dapat membantu suaminya di Kelompok Tani Gunung Batu. Sebab, ia sedikit banyak bisa menambah pendapatan keluarga agar uang jajan anaknya bisa diberikan lebih. "Di sini ibu kerja sudah empat tahun, dari pertama Pak Andika (pemilik kopi Ki Demang), memilih kopi," ujar Empat dengan logat Sunda yang kental saat ditemui Republika, belum lama ini.

Sejak 2018, Empat merasakan kopi robusta yang berhasil dipanen oleh Kelompok Tani Gunung Batu terus berkembang. Dari 40-50 kilogram sekali panen, saat ini progresnya sudah berkali lipat mencapai 30-40 ton sekali panen.

Andika Aditisna (43 tahun), sang petani sekaligus pemilik kopi Ki Demang, menceritakan, awalnya Kelompok Tani Gunung Batu hanya menjual biji ceri dari kopi yang baru saja dipanen. Setelah mengikuti banyak seminar tentang kopi, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran ini, mencoba memahami pengolahan kopi dari hulu ke hilir. Andika akhirnya paham, bagaimana caranya mengolah kopi dari berbentuk biji ceri, sampai menjadi bubuk.

Dari hulu, biji kopi berbentuk ceri dipanen selama tiga bulan. Biji yang berwarna merah dan hijau dipisah, kemudian dijemur selama 14 hari. Selanjutnya, biji ceri yang sudah dijemur hingga benar-benar kering, digiling agar lepas kulitnya.

Setelah lepas dari kulitnya, biji kopi kembali disortir. Mulai dari ukuran, hingga kualitasnya, kemudian masuklah di proses akhir roasting atau sangrai. Banyaknya biji kopi yang selesai diproses, bisa mencapai delapan-10 ton.

Kopi yang sudah disangrai, bisa digiling sampai halus dan siap diseduh. Kedai Kopi Ki Demang, menjadi salah satu hilir kemana biji-biji kopi tersebut berakhir. Bisa berakhir menjadi kopi tubruk, ataupun kopi susu.

Tidak hanya itu, kopi robusta Ki Demang juga kerap dijual dalam bentuk biji kepada para ‘bandar’. Sementara biji kopi yang ukurannya tidak sesuai atau bolong dan pecah, dikirimkan ke tengkulak.

Dengan rezeki berlebih yang didapat, Andika mampu membangun Kedai Kopi Ki Demang, sesuai dengan nama dagang kopinya di Kaki Gunung Batu pada 2018. Di lahan hampir sekitar dua hektare, sekitar 4.000 meter persegi (m2) digunakan untuk kedai kopi dengan kapasitas ratusan tempat duduk.

Sementara itu, persis di kaki Gunung Batu, lahan seluas 5.000 m2 digunakan untuk menanam 400 pohon kopi. Area yang disebut sebagai 'kebun etalase' ini, dijadikan area eduwisata bagi para pengunjung. Apalagi, di hadapan kebun kopi terdapat hamparan biji kopi yang sedang dijemur di bawah teriknya sinar matahari.

Andika tentu tidak sendiri. Selain dengan para kelompok tani, istri-istri dari anggota Kelompok Tani Gunung Batu juga terlibat dalam pembuatan kopi Ki Demang. Terutama dalam penyortiran puluhan ton biji kopi berbentuk ceri.

Tidak hanya ibu-ibu, anak-anak juga ikut terlibat dan senang mendapat uang jajan dari aktivitas tersebut. Selain warga Desa Sukaharja, warga Desa Sukamulya juga turun tangan dalam proses penyortiran. Sehingga tercipta silaturahim antarwarga desa. Selain itu, ekonomi warga lokal pun turut menggeliat. Kesejahteraan juga ikut terangkat.

Para milenial juga turut terlibat dalam bisnis kopi ini. Ada yang dipekerjakan di Kedai Kopi Ki Demang, yang terletak di Jalan Sukaharja. Ada yang menjadi pramusaji, kasir, juga ada yang bertugas di dapur.

Dengan adanya opsi tersebut, para milenial yang dulunya bekerja di pusat kota bisa bekerja tak jauh dari rumahnya. Pasalnya, jarak Kedai Kopi Ki Demang ke pusat Pemerintahan Kabupaten Bogor, Cibinong mencapai lama sekitar 1 jam 20 menit. "Jadi ya ibaratnya mereka nggak usah kos, nggak usah jauh-jauh ke kota kan?" kata Andika yang kerap disapa sebagai 'Demang' ketika zaman kuliahnya.

Ketika disinggung perjalanan Kopi Ki Demang menjelajah daerah? Andika menuturkan, kopi produknya sudah dijual ke kawasan Tangerang di Provinsi Banten hingga menyeberang pulau sampai Provinsi Lampung. Bahkan, kopi tersebut paling jauh juga dibeli oleh warga Amsterdam, Belanda.

Hal itu terjadi ketika Kopi Ki Demang mengikuti Amsterdam Coffee Festival pada 2019. Dia memamerkan kopi robustanya di ibu kota Belanda bersama kelompok tani dan pengusaha kopi lain. Hasilnya di luar dugaan, kopi Ki Demang habis diburu warga Belanda dalam dua hari dalam pameran yang digelar selama tiga hari.

Dia memiliki misi mulai, ingin mengangkat perekonomian warga sekitar. Dari kopi, harapan untuk mensejahterakan masyarakat bisa diwujudkan seiring berjalannya waktu. Tentu saja jika produk yang dihasilkan bisa diserap pasar, apalagi sampai di ekspor.

"Makanya kita berniat mengelola kebun secara maksimal, untuk bisa menguntungkan. Bukan sekadar bonus satu tahun sekali panen kopi. Tapi kita ingin ini jadi masa depan, dari petani dapat penghidupan, bahkan istrinya," ucap Andika berharap.

Kepala Dinas Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (Distanhorbun) Kabupaten Bogor, Siti Nurianty menuturkan, salah satu Program Pancakarsa yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor adalah menetapkan produksi kopi robusta di Kabupaten Bogor sebagai yang terbesar se-Provinsi Jawa Barat (Jabar). Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Provinsi Jabar, sambung dia, Kabupaten Bogor menyumbang 40 persen dari total produksi kopi robusta.

Kontur geografis Kabupaten Bogor yang terdiri perbukitan dan pegunungan sangat mendukung produksi kopi yang dikembangkan masyarakat. Pemkab Bogor pun ikut merintis budidaya kopi di masyarakat dengan menyalurkan bibit, yang hasilnya telah dipanen dan dirasakan warga sekitar pada 2021.

"Adapun sentra produksi Kopi Robusta di Kabupaten Bogor meliputi Kecamatan Sukamakmur, Tanjungsari, Cariu, Babakan Madang, Pamijahan dan Megamendung. Telah dilakukan panen perdana kopi pobusta yang berasal dari bibit bantuan pada tahun 2019 dari Pemerintah Kabupaten Bogor," kata Siti.

Pemkab Bogor mencatat, Bumi Tegar Beriman memiliki potensi besar dalam pengembangan komoditas kopi robusta yang memiliki rasa unik, mutu fisik yang relatif bagus, dan kualitas fine. Bahkan, kopi yang dikembangkan masyarakat dengan pengawasan Pemkab Bogor meraih banyak prestasi nasional hingga internasional, seperti Bronze Medal Avpa Gourmet Product saat mengikuti Pameran Sial Paris di Prancis.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bogor, Iwan Setiawan menjelaskan, Kabupaten Bogor memiliki potensi besar dalam pengembangan komoditas kopi. Terdapat 6.089 hektare perkebunan kopi robusta rakyat, dengan jumlah petani kopi mencapai 28.935 orang dan produksi pada 2021 sebesar 4.150 ton. Ke depan, pihaknya menargetkan Kecamatan Sukamakmur untuk dijadikan sentra kopi.

Sehingga, Sukamakmur tidak hanya dikenal hanya tujuan wisata alamnya, melainkan juga menjadi lokasi wisata dan pasar kopi unggulan di Kabupaten Bogor. "Mari bersama kita sosialisasikan secara luas, agar Sukamakmur ini dikenal sebagai sentra kopi," ujar Iwan saat acara panen, pameran kopi, dan penyerahan bantuan alat mesin pertanian kepada Kelompok Tani Gunung Batu, belum lama ini.

Iwan juga berharap semakin banyak anak muda yang masuk di bidang pertanian. Hal itu lantaran panen kopi hasilnya bisa menjanjikan. Sehingga penggunaan teknologi digital untuk produksi atau smart farming dan pemasaran kopi bisa dilakukan lebih maksimal.

"Dan semoga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan produksi dan kualitas mutu kopi agar semakin berdaya saing dan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan para petani," ucap politikus Partai Gerindra tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement