Senin 20 Jun 2022 16:48 WIB

Sampah Sachet 5 Perusahaan Dominasi Pencemaran Perairan Jakarta

Sampah plastik sachet yang tersebar di muara Jakarta bisa menjadi ancaman serius.

Rep: Febryan A/ Red: Dwi Murdaningsih
Empat aktivis pemerhati lingkungan berdiri di depan tumpukan sampah plastik di Pulau G di pantai utara Jakarta, Juni 2022.
Foto: Tim Brand Audit Sampah Sachet
Empat aktivis pemerhati lingkungan berdiri di depan tumpukan sampah plastik di Pulau G di pantai utara Jakarta, Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan brand audit yang dilakukan sejumlah organisasi pemerhati lingkungan menemukan bahwa sampah sachet atau bungkus produk dari lima perusahaan mendominasi pencemaran perairan Jakarta. Para produsen dituntut menghentikan produksi sachet dan membersihkan bungkusan produknya yang tersebar di perairan Ibu Kota.

Kegiatan brand audit sampah sachet dilakukan di sejumlah titik, yakni di Kawasan Pulau Rambut, Muara Angke, Muara Baru, Muara Kali Adem, dan Kali Ciliwung segmen Jembatan TB Simatupang hingga Condet. Kegiatan yang dilakukan sejak 12 hingga 19 Juni 2022 itu melibatkan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), River Warrior, Ciliwung Institut, Komunitas Peduli Ciliwung, dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP).

Baca Juga

Koordinator River Warrior, Aeshnina Azzahra Aqilani mengatakan, pihaknya melakukan brand audit dengan cara mengumpulkan minimal 500 lembar sampah yang mengapung di badan air, terjerat di ranting atau batang pohon, terpendam di bantaran sungai, dan mengapung di pantai. "Kegiatan brand audit dilakukan untuk mengetahui produsen yang paling banyak menimbulkan pencemaran di perairan Jakarta," kata Azzahra dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/6).

Hasilnya, kata dia, ditemukan bahwa sachet produk dari PT Unilever mendominasi cemaran sampah sachet di perairan Jakarta. Sampah sachet terbanyak kedua berasal dari bungkus produk Indofood, lalu disusul produk Wings, Santos Jaya, dan Mayora.

 

Azzahra menjelaskan, sachet dari PT Unilever menempati urutan pertama karena mendominasi di dua titik. Dari 500 sampel yang diambil tim di Muara Angke dan Kali Adem, sampah Unilever adalah yang terbanyak dengan proporsi 58 persen. Sachet Unilever juga terbanyak di Kali Ciliwung dengan proporsi 28 persen dari sampel. Sedangkan di kawasan Pulau Rambut, sampah Unilever menempati urutan kedua (16 persen) setelah bungkus produk Indofood (39 persen).

Menurut Azzahra, sampah plastik sachet yang tersebar di muara Jakarta, khususnya yang tersangkut di pohon mangrove, bakal menjadi ancaman serius. Satwa monyet ekor panjang, burung air, dan biawak yang banyak berhabitat di sana bisa saja mengkonsumsi sampah bungkus plastik tersebut.

Selain itu, cemaran bungkus produk ini juga bakal menjadi cemaran mikroplastik. Mikroplastik ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia, yang pada akhirnya membahayakan kesehatan.

Berangkat dari temuan tersebut, Ecoton mendesak lima perusahaan tersebut bertanggung jawab dengan cara membersihkan sampah produknya di perairan Jakarta. Ecoton juga mendesak perusahaan menghentikan produksi sachet.

"Produsen sachet  harus menghentikan produksi sachet  dan mengganti dengan kemasan lain yang bisa diisi ulang atau dipakai kembali," kata Peneliti Senior Ecoton, Daru Setyorini.

Ecoton, kata Daru, juga mendesak pemerintah pusat untuk melarang penggunaan kemasan sachet. Sebab, kemasan sachet tidak bisa didaur ulang dan menjadi sumber pencemaran mikroplastik di perairan.

"Pemerintah harus mendorong produsen membuat refill station atau tempat isi ulang produk," ujarnya.


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement