Sabtu 18 Jun 2022 11:46 WIB

5 Hal Keliru Terkait Obesitas, Jangan Sampai Salah

Obesitas sering diebut genetik dan bisa hidup sehat tetapi itu tidak benar.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Obesitas sering diebut genetik dan bisa hidup sehat tetapi itu tidak benar.
Foto: Pxfuel
Obesitas sering diebut genetik dan bisa hidup sehat tetapi itu tidak benar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obesitas merupakan fenomena global yang bisa mengenai berbagai kelompok usia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada lebih dari 650 juta orang dewasa di dunia yang mengalami obesitas pada 2016.

Obesitas dapat berkontribusi terhadap terjadinya beragam masalah kesehatan, mulai dari masalah kardiovaskular, diabetes, apnea tidur, kanker, depresi, dan gangguan tulang. Setiap kelebihan 0,5 kg berat badan dapat memberikan tekanan pada tulang punggung dan sendi.

Baca Juga

Di tengah cukup banyaknya kasus obesitas, informasi seputar kondisi ini juga beredar luas. Namun, tak semua informasi yang beredar mengenai obesitas itu tepat. Sebagian di antaranya hanyalah mitos yang keliru.

Setidaknya, ada lima mitos menyesatkan mengenai obesitas yang banyak beredar dan diyakini oleh masyarakat. Berikut ini adalah kelima mitos yang sebaiknya tak dipercaya tersebut, seperti dilansir HealthDigest, Sabtu (18/6/2022)

 

Mitos: Obesitas Hanya Disebabkan Oleh Pola Makan Buruk

Pola makan memang bisa memicu terjadinya obesitas. Namun pola makan hanyalah sebagian kecil dari serangkaian faktor yang dapat mendorong terjadinya obesitas.

Salah satu faktor yang juga bisa memicu obesitas namun jarang disadari adalah stres. Stres yang terjadi secara terus-menerus atau kronis dapat meningkatkan penyimpanan lemak dan nafsu makan. Hal ini akan membuat penderita stres kronis sulit untuk menjaga berat badan yang normal.

Faktor lainnya adalah kurang tidur. Beberapa studi mengindikasikan bahwa kurang tidur bisa mempengaruhi kadar hormon ghrelin dan leptin, yang pada ujungnya menyebabkan peningkatan rasa lapar. Kurang tidur juga menyebabkan kelelahan sehingga dapat membuat orang-orang jadi kurang bergerak.

Obat-obatan dan penyakit tertentu pun dapat memicu terjadinya kenaikan berat badan, terlepas dari apa pun pola makan yang diterapkan. Beberapa contoh dari obat tersebut adalah //sulfonylurea//, antidepresan yang bisa berdampak pada meningkatnya nafsu makan, //beta blocker//, obat migrain, dan kortikosteroid oral.

 

Mitos: Obesitas Bisa Diatasi Hanya dengan Olahraga

Olahraga memang perlu dilakukan untuk mengelola berat badan, sekaligus memelihara kesehatan dan kesuburan. Namun, hanya berolahraga tidak cukup untuk mencegah obesitas atau kenaikan berat badan.

Olahraga yang tak diiringi dengan pengaturan pola makan justru bisa berdampak pada konsumsi kalori berlebih. Akibatnya, seseorang bisa berolahraga secara rutin namun tak kunjung mengurangi berat badan.

Healthline mengungkapkan bahwa aktivitas fisik dapat membantu menurunkan hingga 3 persen berat badan. Akan tetapi, kombinasi latihan fisik dan pengaturan pola makan dapat mengurangi berat badan sebanyak 5-15 persen.

 

Mitos: Kurangi 3.500 Kalori untuk Turunkan 0,5 Kilogram Lemak

Organisasi-organisasi kesehatan dulu kerap menyatakan bahwa 0,5 kilogram lemak setara dengan 3.500 kalori. Berdasarkan anggapan ini, seseorang yang ingin menurunkan 1 kilogram berat badan harus memangkas asupan sebanyak 7.000 kalori.

Mengurangi asupan sebanyak 3,500 kalori memang dapat menurunkan berat badan, akan tetapi strategi ini hanya bekerja dalam jangka pendek. Tubuh akan beradaptasi dengan pola makan yang diterapkan sehingga akan memicu stagnasi.

Selain itu, sulit untuk benar-benar mengetahui berapa kalori yang terbakar saat kondisi istirahat dan ketika berolahraga. Hal ini akan membuat penghitungan kalori secara akurat menjadi cukup sulit.

 

Mitos: Obesitas Itu Keturunan

Ada sebagian kasus obesitas yang memang dipengaruhi oleh faktor genetik. Akan tetapi, seseorang tak serta-merta akan menjadi obesitas hanya karena orang tua atau saudara kandung mereka obesitas.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), beberapa gen seperti FTO, MC4R, INSIG2, dan PCSK1 berperan dalam meregulasi nafsu makan, penyimpanan lemak, dan pengeluaran energi. Orang-orang dengan perubahan tertentu pada gen MC4R cenderung memiliki nafsu makan yang lebih tinggi. Di sisi lain, gen FTO bisa menstimulasi rasa lapar dan meningkatkan asupan makan seseorang.

Faktor genetik ini dapat membuat risiko untuk menjadi gemuk menjadi sedikit lebih tinggi. Akan tetapi, faktor genetik ini tak akan menghalangi orang-orang untuk menurunkan berat badan. Upaya seperti mengurangi asupan makan dan meningkatkan aktivitas fisik tetap bisa membantu menurunkan berat badan.

 

Mitos: Orang Obesitas Bisa Sehat

Obesitas selalu beriringan dengan beragam masalah kesehatan, mulai dari penyakit jantung hingga diabetes. Sebagian orang yang obesitas mungkin terlihat sehat. Namun, studi pada 2014 menunjukkan bahwa "obesitas tetapi sehat" itu tidak ada.

Orang yang obesitas mungkin bisa berada dalam kondisi yang sehat untuk dua tahun. Akan tetapi, kondisi kesehatan mereka akan memburuk seiring berjalannya waktu. Bahkan obesitas yang ringan pun bisa meningkatkan risiko penyakit jantung dan kematian akibat berbagai penyebab.

Prioritas utama bagi tenaga kesehatan profesional terhadap pasien obesitas adalah membantu mereka menurunkan berat badan. Perbaikan pola makan dan peningkatan aktivitas fisik dapat membantu orang obesitas menurunkan berat badan. Akan tetapi, penting untuk mengetahui kondisi apa yang mendasari terjadinya kenaikan berat badan pada pasien agar masalah obesitas mereka bisa diatasi secara optimal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement