Jumat 17 Jun 2022 09:01 WIB

Baru 71 Persen Disabilitas di Jatim Dapat Dokumen Kependudukan

Dirjen Dukcapil mengakui sulit menyelesaikan masalah kependudukan disabilitas.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus raharjo
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (ketiga kiri) menyerahkan dokumen kependudukan kepada perwakilan pelajar penyandang disabilitas saat peluncuran pencanangan gerakan bersama penuntasan layanan dokumen kependudukan bagi disabilitas di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022). Kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun gerakan bersama guna memaksimalkan pendataaan, perekaman dan penerbitan dokumen-dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas dan anak-anak berkebutuhan khusus di Jawa Timur sehingga memudahkan pemerintah dalam memberikan layanan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial dan lainnya.
Foto: ANTARA/Moch Asim
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (ketiga kiri) menyerahkan dokumen kependudukan kepada perwakilan pelajar penyandang disabilitas saat peluncuran pencanangan gerakan bersama penuntasan layanan dokumen kependudukan bagi disabilitas di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022). Kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun gerakan bersama guna memaksimalkan pendataaan, perekaman dan penerbitan dokumen-dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas dan anak-anak berkebutuhan khusus di Jawa Timur sehingga memudahkan pemerintah dalam memberikan layanan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial dan lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku berupaya mempercepat pendataan, perekaman, dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas. Khofifah mengatakan, percepatan pendataan kependudukan disabilitas menjadi sangat penting mengingat dari total 69.299 penyandang disabilitas yang terdata di Jatim, baru 71 persen yang sudah mendapatkan dokumen kependudukan.

Percepatan penerbitan dokumen kependudukan disabilitas juga menurutnya merupakan bagian dari upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Dimana kesetaraan perlakuan menjadi tugas bersama semua pihak. Artinya, kata dia, penyandang disabilitas harus mendapatkan hak pemenuhan dokumen kependudukan seperti warga negara lainnya.

Baca Juga

"Kalau kita mau memaksimalkan capaian SDGs, maka antara lain adalah memastikan bahwa no one left behind. Kesetaraan perlakuan ini menjadi tugas ikhtiar kita bersama," kata Khofifah, Jumat (17/6/2022).

Khofifah menambahkan, kelengkapan administrasi kependudukan adalah hak sipil masyarakat. Karena masih banyak kasus dimana mereka tidak mendapatkan berbagai program perlindungan sosial karena terkendala pendataan kependudukan. Maka dari itu, kata dia, masalah KTP dan identitas ini bukan persoalan yang sederhana karena legalitas kewarganegaraan melekat di dalamnya.

Khofifah juga menyinggung kelompok masyarakat lain yang masih belum terpenuhi administrasi kependudukannya yang dikenal unregistered people. Masyarakat kategori unregistered people, kata Khofifah, sangat berpotensi mengalami kemiskinan struktural. Karena mereka tidak terdata, maka tidak bisa menerima berbagai program perlindungan sosial.

Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrullah mengakui, selama tujuh tahun menjabat, ada lubang kependudukan yang tidak bisa diselesaikan. Yakni komunitas disabilitas dan komunitas adat terpencil. Sulitnya penyelesaian masalah, kata Zudan, karena banyak ruang tertutup di sana.

"Jadi, kalau Dukcapil turun sendiri tidak akan bisa terselesaikan. Maka harus turun semua, bergerak bersama. Dari hulu ke hilirnya, mulai dari gubernur, bupati/ wali kota, camat, kepala sekolah, sampai keluarga," ujarnya.

Zudan menyebutkan, gerakan jemput bola pendataan kependudukan penyandang disabilitas telah dimulai di Jakarta pada 14 Maret 2022. Sejak tiga bulan bergerak, rata-rata data masuk mencapai 220 ribu per bulan. Ia mengatakan, di Jatim, dengan 38 kabupaten/ kota, jika satu daerah dalam sehari bisa mendata 100 orang saja, maka bisa mendata 3.800 per hari.

"Tapi saya minta, jangan lupa ragam disabilitas tiap orang dicatat. Dan untuk penyandang disabilitas jiwa dan sensorik harus ada ahli yang mendampingi," kata dia.

Zudan meminta agar pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan afirmasi dan prioritas. Untuk itu, kedua hal ini harus sudah dimunculkan sejak awal perencanaan pembangunan. "Di sinilah esensi jemput bola. Dari titik prioritas dan afirmasi ini, hilirnya adalah optimalisasi teman-teman disabilitas," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement