Kamis 16 Jun 2022 20:14 WIB

Jusuf Kalla: 2022 Merupakan Tahun Politik yang Romantis

Pada tahun ini banyak yang tengah mencari pasangan seperti muda-mudi kasmaran.

Mantan Wakil Presiden  Jusuf Kalla menjadi pembicara utama dalam seminar kebangsaan Rakernas Partai Nasdem di Jakarta, Kamis (16/6/2022). Seminar kebangsaan yang digelar dalam rangkaian Rakernas Partai Nasdem itu mengusung tema
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi pembicara utama dalam seminar kebangsaan Rakernas Partai Nasdem di Jakarta, Kamis (16/6/2022). Seminar kebangsaan yang digelar dalam rangkaian Rakernas Partai Nasdem itu mengusung tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden ke-12 M Jusuf Kalla menyebutkan bahwa 2022 ini merupakan tahun politik yang sangat romantis. Ini karena partai politik tengah mencari pasangan yang cocok untuk maju pada Pemilu 2024.

"Banyak yang mengatakan bahwa tahun ini politik akan panas. Saya katakan tidak, ini tahun politik yang sangat romantis," kata Jusuf Kalla saat menjadi pembicara pada Seminar Kebangsaan dalam rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem di Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Dia pun menjelaskan mengapa tahun ini adalah tahun politik yang romantis karena pada tahun ini banyak yang tengah mencari pasangan seperti muda-mudi yang kasmaran."Kenapa romantis? Karena sama dengan orang pacaran, semua cari pasangan yang cocok memenuhi syarat, lobi cari pasangan, jadi ini tahun cari pasangan. Jadi begitulah suasana politik kita, tapi tentunya siapa terbaik akan terpilih. Memang tidak mudah untuk jadi tahun romantis karena banyak hal yang menjadi faktor, pasangan, faktor partai, dan juga faktor elektabilitas," ujar Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 tersebut.

Menurut JK, elektabilitas menjadi satu di antara beberapa faktor kendala para aktor politik mencari pasangan."Pasangan, partai, dan elektabilitas. Ini jadi satu suasana sulit. Elektabilitas tinggi tapi tidak ada partai. Ada yang terbaik punya partai, punya partai tapi tidak terbaik," ucapnya.

Selain itu, ambang batas parlemen atau parliamentary thersholdyang tinggi juga menjadi faktor. Dia berpendapat parliamentary threshold yang tinggi sering kali menjadi penghalang partai-partai karena mereka ingin mengusung kader, namun tidak bisa karena terhalang syarat persentase untuk mengajukan calon.

"Partai yang menengah atas itu, ya, memenuhi syarat. Tapi kalau elektabilitas tinggi tapi tidak ada partai? Jadi bagaimana gabungan dua ini? Jadi yang ambil peranan bukan partai besar, tapi partai menengah," kata Jusuf Kalla.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement