Rabu 15 Jun 2022 23:49 WIB

Save The Children: Empat dari Lima Anak Gaza Menderita Tekanan Emosional

Blokade Israel di Gaza telah menyebabkan anak-anak alami tekanan emosional

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Christiyaningsih
Maya Abu Muawad, 8, berpose di sebuah sekolah yang dikelola oleh PBB di mana keluarganya berlindung setelah rumah mereka dihancurkan selama perang 11 hari di Jalur Gaza utara, Jumat, 11 Juni 2021. Setelah serangan udara Israel di rumah keluarga, Maya dipisahkan dari ibunya. Sendirian dan ketakutan, dia naik ambulans ke tempat yang lebih aman. Selama 15 menit, dia dikurung di dalam kendaraan yang meratap dengan orang yang sekarat dan seorang anak laki-laki yang terluka, tetangganya.
Foto: AP/Felipe Dana
Maya Abu Muawad, 8, berpose di sebuah sekolah yang dikelola oleh PBB di mana keluarganya berlindung setelah rumah mereka dihancurkan selama perang 11 hari di Jalur Gaza utara, Jumat, 11 Juni 2021. Setelah serangan udara Israel di rumah keluarga, Maya dipisahkan dari ibunya. Sendirian dan ketakutan, dia naik ambulans ke tempat yang lebih aman. Selama 15 menit, dia dikurung di dalam kendaraan yang meratap dengan orang yang sekarat dan seorang anak laki-laki yang terluka, tetangganya.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Organisasi perlindungan anak internasional, Save The Children, mengatakan empat dari lima anak di Gaza menderita tekanan emosional. Kondisi ini terjadi karena tekanan dari 15 tahun blokade Israel di wilayah Palestina yang diduduki.

Israel memberlakukan tindakan itu pada Juni 2007, ketika para pejuang gerakan Islam Hamas menguasai daerah kantong yang berpenduduk padat itu.  Sejak itu, baik Israel maupun Mesir terus membatasi arus orang dan material ke dan dari Gaza. 

Baca Juga

Dalam sebuah laporan yang disebut "Terjebak", Save the Children yang berbasis di Inggris melaporkan kesehatan mental anak-anak Gaza terus memburuk. Sejak 2018, jumlah mereka yang melaporkan gejala depresi, kesedihan dan ketakutan telah meningkat dari 55 persen menjadi 80 persen.

"Anak-anak yang kami ajak bicara untuk laporan ini menggambarkan hidup dalam keadaan ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, dan kesedihan yang terus-menerus, menunggu putaran kekerasan berikutnya meletus, dan perasaan  tidak dapat tidur atau berkonsentrasi," kata Direktur Save the Children untuk wilayah Palestina yang diduduki Jason Lee dilansir The New Arab, Rabu (15/6/2022).

"Bukti fisik penderitaan mereka - mengompol, kehilangan kemampuan untuk berbicara, atau menyelesaikan tugas-tugas dasar - mengejutkan dan harus menjadi peringatan bagi masyarakat internasional," tambahnya.

Anak-anak membentuk hampir setengah dari 2,1 juta penduduk Gaza. Sekitar 800 ribu anak muda yang tidak pernah mengenal kehidupan tanpa blokade tinggal di wilayah itu. Demikian diungkapkan Save the Children.

Israel menegaskan blokade diperlukan untuk melindungi warganya dari Hamas - otoritas yang berkuasa di Jalur Gaza.  Namun, kelompok ini masuk daftar hitam sebagai organisasi teroris oleh sebagian besar negara barat.

Israel telah berulang kali membombardir Jalur Gaza, mengklaim bahwa kekerasan ekstrem diperlukan untuk membela diri. Baru-baru ini pada Mei 2021, sekitar 250 warga Palestina Gaza meninggal dalam serangan Israel.

Selama 12 bulan terakhir, Israel telah memberikan lebih banyak izin kerja bagi warga Gaza yang mencari pekerjaan dengan gaji lebih baik di luar jalur tersebut.  Ini juga telah melonggarkan beberapa pembatasan arus barang masuk dan keluar dari wilayah tersebut.

Namun, blokade secara luas tetap tidak berubah. Warga Palestina umumnya dilarang meninggalkan Gaza melalui penyeberangan Erez ke Israel.

Warga Gaza juga menghadapi rintangan besar untuk keluar melalui penyeberangan Rafah ke Mesir. Dalam sebuah pernyataan yang menandai peringatan blokade, Human Rights Watch (HRW) menuding Israel, dengan bantuan Mesir, telah mengubah Gaza menjadi penjara terbuka.

"Orang-orang muda menghadapi beban (blokade) karena mereka tidak tahu tentang Gaza sebelum penutupan," ujar Direktur HRW untuk Israel dan Palestina, Omar Shakir. 

"Cakrawala mereka secara paksa dipersempit menjadi sebidang tanah seluas 40 kali 11 kilometer (25 kali tujuh mil) dan itu mencegah mereka dari kesempatan untuk berinteraksi dan terlibat dengan dunia," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement