Selasa 14 Jun 2022 16:20 WIB

Pekerja Sektor Publik Sri Lanka Didorong untuk Bertani

Pemerintah Sri Lanka setujui skema empat hari kerja dalam sepekan bagi pekerja publik

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Orang-orang menunggu untuk membeli minyak tanah di sebuah pompa bensin di tengah kelangkaan bahan bakar di Kolombo, Sri Lanka, 07 Juni 2022. Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dasawarsa karena kurangnya devisa, yang mengakibatkan kelangkaan pangan, bahan bakar, obat-obatan. , dan barang impor. Protes telah mengguncang negara itu selama berminggu-minggu, menyerukan pengunduran diri presiden atas dugaan kegagalan mengatasi krisis ekonomi yang memburuk saat ini.
Foto: EPA-EFE/CHAMILA KARUNARATHNE
Orang-orang menunggu untuk membeli minyak tanah di sebuah pompa bensin di tengah kelangkaan bahan bakar di Kolombo, Sri Lanka, 07 Juni 2022. Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dasawarsa karena kurangnya devisa, yang mengakibatkan kelangkaan pangan, bahan bakar, obat-obatan. , dan barang impor. Protes telah mengguncang negara itu selama berminggu-minggu, menyerukan pengunduran diri presiden atas dugaan kegagalan mengatasi krisis ekonomi yang memburuk saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka menyetujui skema empat hari kerja dalam seminggu bagi pekerja sektor publik. Perubahan skema kerja ini bertujuan mendorong para pekerja di sektor publik untuk menanam tanaman pangan di tengah krisis ekonomi.

Jumlah pekerja sektor publik di Sri Lanka mencapai sekitar satu juta orang. Kabinet Sri Lanka pada Senin (13/6/2022) malam menyetujui proposal bagi pekerja sektor publik untuk diberikan cuti setiap Jumat selama tiga bulan ke depan. Langkah ini diambil karena negara kekurangan bahan bakar. Selain itu, pemerintah juga mendorong mereka untuk bertani.

Baca Juga

"Sangat tepat untuk memberikan cuti satu hari kerja kepada pejabat pemerintah untuk terlibat dalam kegiatan pertanian di halaman belakang mereka atau di tempat lain sebagai solusi untuk kekurangan pangan yang diharapkan," kata kantor informasi pemerintah dalam sebuah pernyataan. 

Sri Lanka telah dilanda kekurangan devisa sehingga kesulitan untuk membayar impor bahan bakar, makanan, dan obat-obatan yang kritis. Penduduk Sri Lanka harus mengantri di pom bensin selama berjam-jam. Mereka juga telah mengalami pemadaman listrik selama berbulan-bulan.

Depresiasi mata uang, kenaikan harga komoditas global dan kebijakan melarang pupuk kimia mendorong inflasi makanan menjadi 57 persen pada April.

Pemerintah sedang dalam pembicaraan untuk paket bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan, bulan ini Sri Lanka membutuhkan setidaknya 5 miliar dolar AS untuk memenuhi impor penting.

Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa, mereka siap membantu Sri Lanka. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam panggilan telepon dengan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pada Senin (13/6/2022).

"Selama masa-masa yang menantang secara ekonomi dan politik ini, AS siap bekerja dengan Sri Lanka, dalam koordinasi yang erat dengan Dana Moneter Internasional dan komunitas internasional," kata Blinken. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement