Selasa 07 Jun 2022 22:49 WIB

BKKBN: Stunting Ancam Bonus Demografi Indonesia

Ketua BKKBN khawatir stunting buat penduduk Indonesia bertambah tapi tak produktif

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa stunting merupakan ancaman yang serius terhadap bonus demografi yang saat ini dirasakan Indonesia. Bonus demografi adalah populasi penduduk yang produktif jauh lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Indonesia.
Foto: BKKBN
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa stunting merupakan ancaman yang serius terhadap bonus demografi yang saat ini dirasakan Indonesia. Bonus demografi adalah populasi penduduk yang produktif jauh lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo mengingatkan bahwa stunting merupakan ancaman yang serius terhadap bonus demografi yang saat ini dirasakan Indonesia. Bonus demografi adalah populasi penduduk yang produktif jauh lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Indonesia.

Hasto menekankan, jangan sampai kesempatan emas saat ini, bonus demografi, gagal dimanfaatkan dengan baik lantaran penduduk bertambah namun tidak produktif. Kemudian sakit-sakitan dan relatif miskin.

"Oleh karena itu kita sebetulnya menghindari jangan sampai kita ini Growing Old before Growing Rich. Jadi kalau populasi ini bergeser menjadi orang tua tapi miskin ini bahaya sekali dan ini kalau kita tidak antisipasi mulai sekarang maka mau tidak mau bonus demografi ini akan berhenti kemudian akan digantikan oleh ageing population. Kalau seandainya kita generasi yang stunting, generasi yang tidak sehat yang tidak produktif, karena kita betul-betul menjadi Growing Old before Growing Rich," jelas Dokter Hasto dalam diskusi daring, Selasa (7/6).

Generasi yang stunting bisa lahir apabila banyak yang kawin pada usia muda, putus sekolah, mempunyai anak banyak, kemudian jarak kelahiran yang dekat, dan kematian ibu yang tinggi. BKKBN sebagai Ketua Percepatan Penurunan Stunting menggalakkan program-program pencegahan stunting yang dimulai sejak prekonsepsi yaitu 3 bulan sebelum terjadinya kehamilan pada pasangan usia subur dan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Hasto melanjutkan, peran kontrasepsi juga sangat besar terhadap penurunan stunting karena spacing, birth to birth interval, pregnancy interval sangat berkorelasi dengan undernutrition pada anak-anak. "Stunting ini murni karena salah urus, karena suboptimal nutrisinya, suboptimal health di 1000 Hari pertama Kehidupan (HPK)-nya dan mungkin juga asuhannya tidak baik. Sehingga kalau ada yang secara genetik itu memang pendek itu tidak kita masukkan (stunting)," tambah Hasto.

Syarat untuk memetik Bonus Demografi jilid 2 adalah ketika usia produktif meningkat, maka orang-orang yang sudah melewati usia produktif masih tetap produktif, sehat, dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk memetik bonus demografi sangat erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi.

Bonus demografi yang tertransformasikan menjadi bonus kesejahteraan terlihat dari pendapatan perkapita yang meningkat dan bisa diraih dengan syarat anak-anak muda di Indonesia tidak kawin pada usia muda, tidak putus sekolah, tidak hamil pada usia yang muda, tidak hamil berulang kali, angka kematian ibu dan bayi tidak tinggi, tidak banyak pengangguran, hari tuanya relatif aman dengan punya tabungan, asuransi dan sebagainya.

Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Prof. Dr. Muh. Zamrun Firihu, S.Si., M.Si., M.Sc menyambut baik program-program BKKBN terkait penurunan stunting khususnya di Sulawesi Tenggara. Ia menyatakan bahwa UHO siap ikut mengeksekusi, mendiskusikan dan membangun kerjasama terkait program-program tersebut.

Angka prevalensi stunting di Sulawesi Tenggara sendiri masih 30,2 persen. Di beberapa kabupaten bahkan memiliki angka prevalensi yang masih ekstrem, seperti di Kab. Buton Selatan dan Kab. Buton Tengah dengan angka prevalensi stunting masih di atas 40 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement