Selasa 07 Jun 2022 16:47 WIB

Gangguan Kera Liar Membuat Alat EWS di Lereng Gunungkelir tidak Optimal

Warga Desa Wirogomo sering dikacaukan oleh bunyi EWS akibat ulah kera liar

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Gangguan Kera Liar Membuat Alat EWS di Lereng Gunungkelir tidak Optimal (ilustrasi).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Gangguan Kera Liar Membuat Alat EWS di Lereng Gunungkelir tidak Optimal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Topografi lingkungan pemukiman warga Desa Wirogomo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah menjadikan desa ini memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana tanah longsor.

Desa yang berada pada ketinggian 1.016 mdpl dan memiliki karakteristik pemukiman yang berdiri di lereng terjal sisi timur perbukitan Gunungkelir ini memiliki kemiringannya mencapai 60 -70 derajat.

Baca Juga

Sehingga wilayah desa ini memiliki potensi pergerakan tanah (longsor) dengan klasifikasi mengah hingga tinggi. Berdasarkan catatan Republika, akibat tingkat kerawanan bencana yang tinggi ini, lereng perbukitan Gunungkelir di wilayah Desa Wirogomo telah dipasang beberapa alat Early Warning System (EWS), pada tahun 2016 silam.

Beberapa atau alat peringatan dini pergerakan tanah ini --di antaranya-- dipasang di lereng terjal di belakang lokasi SMPN 3 Banyubiru, yang sudah beberapa kali mengalami longsor.

Yang menjadi persoalan, beberapa alat peringaan dini tersebut –saat ini—tidak diaktifkan lagi. “Penyebabnya kera liar,” ungkap Asroni (45), salah seorang warga Dusun Kendal Ngisor, Desa Wirogomo, Selasa (7/6/2022).

Sebenarnya, jelas Asroni, alat peringatan dini tersebut cukup optimal untuk memberikan peringatan kepada warga di Desa Wirogomo. “Jangankan, terjadi pergerakan tanah, ada material yang gugur dari atas pun akan mengeluarkan suara sinyal bahaya,” jelasnya.

Namun, lanjutnya, karena peralatan yang dipasang tersebut merupakan alat elektronik yang membutuhkan kabel rupanya mengundang juga menarik perhatian kera- kera liar yang habitatnya  ada disekitar lokasi tersebut.

Jamak terjadi sinyal tanda bahaya berbunyi bukan karena pergerakan tanah, namun karena kabelnya atau sensornya diganggu oleh koloni kera liar. Sehingga, warga yang megetahui tanda bahaya berbunyi segera berlarian mengamankan diri tetapi kemudian tidak terjadi apa- apa.

Setelah dicek ke atas (lokasi pemasangan alat EWS) ternyata memang diganggu kera- kera liar. “Itu sudah sering terjadi, hingga akhirnya alat deteksi dini tersebut kemudian tidak diaktifkan dari pada mengacau warga,” jelasnya.

Dalam situasi sekarang, lanjut Asroni, fungsi alat deteksi dini tersebut sangat penting, terlebih kondisi cuca akhir- akhir ini juga masih sulit diprediksi.

Mungkin pagi hingga siang hari cuaca memang terlihat cerah, namun mendekati siang hari tiba- tiba mendung dan kemudian hujan turun dengan intensitas tinggi. “Kalau sudah begini, warga sudah tidak berani ke mana- mana,” tegasnya.

Warga Wirogomo lainnya mengaku, menyusul cuaca yang cenderung kurang bersahabat akhir- akhir ini pemangku lingkungan juga mengimbau warga untuk Sementara tidak beraktivitas di lerang perbukitan.

“Kami warga, sudah diminta pak RT untuk Sementara tidak beraktivitas atau melakukan Kegiatan naik ke lereng perbukitan Gunungkelir ini,” ungkap mak Yah warga dusun Kendal Ngisor lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement