Senin 06 Jun 2022 10:09 WIB

RUU LLAJ, Anggota DPR Dorong Peralihan Kewenangan Penerbitan SIM

Instansi yang mengeluarkan dan mengawasi SIM diusulkan berbeda.

Sejumlah pemohon melakukan pendaftaran untuk memperpanjang masa berlaku surat izin mengemudi (SIM) saat pelayanan SIM keliling di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/9/2021). Layanan SIM keliling yang digelar Polrestabes Makassar tersebut untuk memudahkan warga yang ingin memperpanjang masa berlaku SIM selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level empat di daerah itu.
Foto: Antara/Arnas Padda
Sejumlah pemohon melakukan pendaftaran untuk memperpanjang masa berlaku surat izin mengemudi (SIM) saat pelayanan SIM keliling di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/9/2021). Layanan SIM keliling yang digelar Polrestabes Makassar tersebut untuk memudahkan warga yang ingin memperpanjang masa berlaku SIM selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level empat di daerah itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi V DPR mengagendakan rapat dengan pemerintah dan stakeholder terkait revisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Rapat yang diselenggarakan Komisi V DPR lebih menekankan pada penyusunan awal untuk pembahasan RUU LLAJ. 

Hal itu dilakukan sambil menunggu surat persetujuan dari Badan Legislasi (Baleg) yang hingga kini belum dijawab atas permohonan yang diajukan Komisi V.

Baca Juga

"Belum ada agenda pembahasan. Pansus juga belum dibentuk. Saat ini masih Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan sejumlah pakar dan praktisi," kata Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, kepada wartawan, Senin (6/6/2022).

Ia menyampaikan jika pada tahap penyusunan awal untuk pembahasan RUU LLAJ, Komisi V telah menerima masukan dari sejumlah pihak. Dari Kementerian Perhubungan, khususnya dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kepolisian RI, penyedia jasa aplikasi, pakar dan akademisi serta pihak-pihak terkait lainnya.

Fraksi PKS memberikan sejumlah catatan kritis pada proses penyusunan awal RUU LLAJ. Salah satunya menyangkut uji, penerbitan dan pengawasan atau penindakan hukum Surat Ijin Mengemudi (SIM). FPKS mendukung peralihan kewenangan soal SIM ini dari Kepolisian ke Kementerian Perhubungan. 

"Kita ingin agar instansi yang mengeluarkan SIM dan yang melakukan pengawasan alias kontrol nantinya berbeda," jelas Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Barat II ini. 

Untuk ujian dan penerbitan SIM, lanjut Suryadi, FPKS akan mendorong adanya peralihan dari Kepolisian ke Kemenhub. Namun, untuk pengawasan dan atau penindakan hukum pelanggar lalu linta tetap berada ditangan kepolisian.

"Nantinya kepemilikan SIM akan benar-benar menjadi bukti keahlian atau skill. Karenanya untuk SIM yang bukan komersil agar berlanjut menjadi seumur hidup,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mengusulkan pajak kendaraan dihapus dan dialihkan ketika pemilik kendaraan membeli bahan bakar minyak (BBM) dan peralihan kewenangan soal SIM dari Kepolisian ke Kemenhub.

"Kami mengusulkan dana preservasi ini bisa dipungut saat konsumen membeli BBM. Saya kira lebih adil ketika konsumen membeli BBM dikenakan dana preservasi," tegas dia.

Ia mengungkapkan, pajak kendaraan bisa dihapus dan dialihkan pada saat membeli BBM agar tidak terjadi dobel pungutan. YLKI menyebutkan selama ini pemerintah kesulitan menaikkan harga BBM karena tingkat konsumsi masyarakat nyaris tidak terkendali. 

Dengan adanya peralihan ke pembelian BBM, dalam pandangan YLKI akan mengendalikan tingginya konsumsi masyarakat terhadap BBM. Dengan terkendalinya konsumsi BBM juga akan menekan tingkat pencemaran yang disebabkan oleh kendaraan. Selain itu, melalui pembelian BBM itu nantinya pengelolaan dana preservasi jalan akan lebih maksimal. 

Mengenai angka kecelakaan yang disebabkan banyak faktor, diantaranya infrastuktur jalan hingga kendaraan, YLKI menyebut masih ada yang luput dari pengawasan. Yakni karena faktor penerbitan Surat Ijin Mengemudi (SIM). 

"Kami menengarai, sampai detik ini penerbitan SIM masih banyak hal-hal yang kurang fair. Sehingga fenomena-fenomena yang sudah tidak relevan dilakukan. Kami mengusulkan proses bisnis penerbitan SIM direview, dikaji kembali," kata Tulus Abadi. 

"Idealnya, proses SIM ini tidak seratus persen menjadi wewenang kepolisian, baik dalam konteks uji SIM, penerbitan ataupun penegakan hukum. Kami mengusulkan, penerbitan SIM bisa diposting di sektor perhubungan," sambungnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement