Sabtu 04 Jun 2022 06:33 WIB

Prinsip ESD dan Justice Transition Beri Dampak Positif Perusahaan

Pengelolaan bisnis bertanggung jawab sejalan prinsip ESG diyakini bermanfaat positif.

 Dua buah dump truk, mengangkut bebatuan hasil tambang (ilustrasi)
Dua buah dump truk, mengangkut bebatuan hasil tambang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bisnis berkelanjutan sudah menjadi semacam keharusan di dunia saat ini. Prinsip pengelolaan perusahaan dengan menerapkan aspek, environment (lingkungan), social (sosial), dan governance (tata kelola yang baik) atau (ESG) telah menjadi topik yang terus dibahas dalam dunia bisnis.

Pengelolaan bisnis yang bertanggung jawab sejalan dengan prinsip ESG diyakini dapat berimplikasi positif bukan hanya pada kinerja perusahaan, namun juga masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Pendiri Perusahaan Sosial Wisesa, Jalal menuturkan, perusahaan yang operasinya dijalankan dengan menerapkan sejumlah aspek keberlanjutan dapat memberikan dampak positif secara finansial.

"ESG itu merupakan langkah keberlanjutan sebuah organisasi atau perusahaan, dengan mengelola isu-isu lingkungan, sosial dan tata kelola yang akan relevan terhadap kinerja finansial perusahaan," ujar Jalal dalam siaran di Jakarta, Jumat (3/6/2022).

Sejauh ini, sambung dia, hampir seluruh sektor industri mulai menerapkan operasional yang berkelanjutan dan  menaruh perhatian khusus pada isu-isu seputar ESG. Sebagai salah satu tolok ukurdan salah satu bukti  kepedulian serta komitmen dalam menerapkan bisnis dengan berprinsip ESG, banyak perusahaan kini menerbitkan laporan keberlanjutan setiap tahunnya.

Bagi pihak eksternal perusahaan, kata Jalal, laporan keberlanjutan ini akan menjadi informasi tindakan perusahaan dalam mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Selain itu dengan menerbitkan laporan keberlanjutan, hal itu turut mendorong reputasi dan kredibilitas perusahaan.

Industri pertambangan, khususnya pertambangan batu bara yang kerap dikritisi sebagai industri yang berkontribusi cukup besar pada tingginya emisi karbon, telah turut serta menerapkan operasional  perusahaan yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip ESG. Industri pertambangan tak bisa dibantah memiliki kontribusi signifikan dalam meningkatkan pendapatan negara bukan pajak, yang pada akhirnya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada saat Peluncuran Simbara dan Penandatanganan MoU Sistem Terintegrasi dari Kegiatan Usaha Hulu Migas di Jakarta, Selasa (8/3/2022), penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) membukukan angka Rp 124,4 triliun di 2021.

Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, hingga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Ini adalah penerimaan yang tertinggi dalam lima tahun  terakhir," ujar Sri.

Terkait penerapan operasional perusahaan secara berkelanjutan yang berdampak pada terbangunnya  komitmen perusahaan melakukan transisi energi, Jalal menyoroti pentingnya sebuah justice transition atau transisi berkeadilan bagi industri batu bara di dalam negeri.

"Batu bara memang mau tidak mau harus dikurangi. Tetapi kita perlu menerapkan transisi yang adil karena keadilan antarnegara itu amat berbeda. Pengurangan bahan bakar fosil di negara maju dan negara berkembang seperti Indonesia tidak bisa disamakan kecepatannya. Negara berkembang seperti Indonesia seharusnya memiliki waktu transisi yang lebih lama," kata Jalal.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement