Jumat 03 Jun 2022 16:36 WIB

Rusia Desak Turki tak Gelar Operasi Militer di Suriah 

Presiden Turki mengatakan negaranya siap meluncurkan operasi militer baru di Suriah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Tank dan pasukan Turki dikerahkan di dekat kota Manbij, Suriah, 15 Oktober 2019. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengatakan negaranya siap meluncurkan operasi militer baru di Suriah.
Foto: Ugur Can/DHA via AP
Tank dan pasukan Turki dikerahkan di dekat kota Manbij, Suriah, 15 Oktober 2019. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengatakan negaranya siap meluncurkan operasi militer baru di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah mendesak Turki untuk tidak meluncurkan operasi militer ofensif di Suriah Utara. Moskow menyebut, hal itu guna menghindari provokasi eskalasi lanjutan di negara tersebut.

“Kami menerima laporan peringatan tentang operasi yang begitu kuat. Langkah seperti itu, dengan tidak adanya persetujuan dari pemerintah Suriah yang sah, akan menjadi pelanggaran langsung terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Suriah, serta bakal memicu eskalasi ketegangan tambahan di negara ini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Kamis (2/6/2022).

Baca Juga

Moskow berharap Turki menimbang lagi rencananya. “Kami berharap Ankara akan menahan diri dari tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan berbahaya dari situasi yang sudah sulit di Suriah,” ujar Zakharova.

Rusia merupakan sekutu pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Moskow telah membantu Damaskus dalam memerangi kelompok teroris dan oposisi bersenjata di Suriah. Turki turut terlibat dalam konflik di negara tersebut. Ankara memiliki misi khusus, yakni menumpas milisi Kurdi yang berada di dekat perbatasannya dengan Suriah.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengatakan negaranya siap meluncurkan operasi militer baru di Suriah. Dia menyebut, hal itu bertujuan mengamankan perbatasan selatan Turki.

Erdogan menjelaskan, Turki ingin melanjutkan upaya untuk menciptakan zona aman sepanjang 30 kilometer di sepanjang perbatasan negaranya dengan Suriah. “Kami akan segera mengambil langkah-langkah baru mengenai bagian yang tidak lengkap dari proyek yang kami mulai di zona aman sedalam 30 kilometer yang kami buat di sepanjang perbatasan selatan kami,” ucapnya setelah pertemuan kabinet pada 23 Mei lalu.

Erdogan tak mengungkap detail dari rencana operasi militer terbaru Turki di Suriah. Dia hanya mengatakan bahwa hal itu bakal dilakukan setelah militer, intelijen, dan pasukan keamanan Turki menyelesaikan persiapan mereka.

Turki telah melakukan beberapa operasi militer ke Suriah sejak 2016. Setidaknya ada dua operasi besar, yakni bernama Operation Euphrates Shield dan Olive Branch. Tujuan dari operasi-operasi itu adalah menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan Suriah. Mereka membidik pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) dan Partai Persatuan Demokratik Suriah (PYD). Ankara memandang YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Turki melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris. Turki memiliki perbatasan sepanjang 911 kilometer dengan Suriah. Ia telah lama mengecam ancaman pasukan Kurdi di timur Sungai Eufrat dan pembentukan “koridor teroris” di sana.

Ankara ingin memukimkan kembali dua juta pengungsi Suriah di zona aman seluas 30 kilometer yang membentang dari Sungai Eufrat ke perbatasan Irak, termasuk Manbij. Namun Turki menilai rencana itu tak bisa diwujudkan selama pasukan Kurdi, seperti PKK dan YPG menghuni daerah tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement