Jumat 03 Jun 2022 06:15 WIB

Akademisi Maknai Positif Penerimaan Hangat Eropa-Saudi-Singapura kepada Menko Perekonomian

Presidensi G20 Indonesia membuat perwakilan kita kerap disambut.

Menko Perekonomian Airlangga Hartato (kiria) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Foto: Dok. Kem
Menko Perekonomian Airlangga Hartato (kiria) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerimaan hangat negara-negara Eropa, Arab Saudi dan Singapura kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartato menarik untuk dimaknai. Ketua Umum Partai Golkar yang selama ini terkesan hemat bersikap di publik, justru menunjukan kapasitasnya saat bertemu dengan para pemimpin dunia di sela-sela tugas kenegaraan mewakili Indonesia pada Forum Ekonomi Dunia (WEFAM) di Davos, Swiss pada akhir Mei 2022.

"Penerimaan negara-negara maju di dunia kepada Indonesia saat ini adalah hal yang biasa karena Presidensi G20 Indonesia. Tapi penerimaan hangat kepada Airlangga Hartarto yang bukan seorang presiden menjadi hal yang luar biasa. Penerimaan tersebut bisa mengindikasikan bahwa dunia menerima kehadiran Airlangga sebagai pemimpin Indonesia ke depan", ujar Robi Nurhadi, pengajar Hubungan Internasional FISIP Universitas Nasional, Kamis (2/6/2022).

Baca Juga

Robi menilai bahwa Airlangga telah membawa agenda Indonesia agar diterima dunia. Seperti diketahui bahwa Indonesia mendorong adanya arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, serta transformasi digital dan ekonomi.

"Penerimaan hangat Jerman selaku Presidensi Negara-Negara Maju G7 menjadi langkah cerdas menjembatani kepentingan negara berkembang dengan negara maju," ujar alumnus Center for History, Politic and Strategy UKM Malaysia tersebut.

"Juga penerimaan hangat Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dan Her Majesty Queen Maxima of the Netherlands bisa memberi dampak positif yang khusus kepada Indonesia," kata Robi Nurhadi, yang juga seorang aktivis perdamaian dunia menambahkan.

Ia mengatakan, memperluas pasar ke negara-negara Eropa, seperti Belanda, Jerman dan lainnya saat ini sangatlah tepat. Itu karena mereka sedang terdampak soal pasokan barang akibat perang Rusia-Ukraina. 

"Nah, kalau Pak Airlangga membuka kesempatan agar barang-barang kita masuk, itu bagus buat rakyat", ujar Kepala Pusat Penelitian Pascasarjana Universitas Nasional tersebut.

"Pada 2020, ekspor kita mencapai 3,11 miliar dolar Amerika Serikat. Lumayan. Maka wajar apabila Belanda jadi negara tujuan ekspor terbesar ke-11 bagi Indonesia," ujar Robi menambahkan.

Menurut Robi, Belanda tidak hanya menjadi tujuan bagi perusahaan-perusahaan besar yang mengekspor minyak kelapa sawit, produk kimia, tapi juga bagi usaha rakyat menengah seperti kopra dan produk turunanya serta produk alas kaki.

"Jadi, kalau Pak Menko mau memperluas pasar ekspor bagi barang-barang UKM dan koperasi ke Eropa seperti Belanda dan Jerman, itu memberi nilai tambah bagi masyarakat Indonesia umumnya. Dan kita perlu itu. Kita perlu UKM dan koperasi Go International!," ujar Robi bersemangat.

Penerimaan Arab Saudi dan Singapura dalam rangkaian perjalanan Airlangga untuk World Economic Forum tersebut menjadi menarik dalam kaitan dengan kepentingan penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim.

"Dua negara tersebut sedang hangat dibicarakan. Singapura soal kasus deportasi Ustadz Abdul Somad dan Arab Saudi soal ibadah haji yang proses keberangkatannya sudah dimulai. Tentu, pertemuan Airlangga dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Menteri Ekonomi Arab Saudi Faisal Al-Ibrahim bisa memberi dampak positif bagi pembangunan hubungan yang lebih baik dan saling menghargai ke depan," kata Robi Nurhadi yang pernah riset lapangan di kedua negara tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement