Selasa 31 May 2022 19:30 WIB

Panduan Kurban MUI untuk Mencegah Peredaran Wabah PMK

Panduan Kurban MUI untuk Mencegah Peredaran Wabah PMK

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Fatwa, KH Asrorun Niam (baju putih) membacakan Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (31/5).
Foto: Republika/Muhyiddin
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Fatwa, KH Asrorun Niam (baju putih) membacakan Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (31/5).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat resmi mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Selasa (31/5). Dalam fatwa ini, MUI juga memberikan panduan kepada berbagai pihak untuk mencegah peredaran wabah PMK.

Ketua MUI bidang Fatwa, KH Asrorun Niam menjelaskan, umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

Baca Juga

Dia mengatakan, umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan atau menyaksikan langsung proses penyembelihan. Untuk mencegah peredaran wabah PMK, menurut dia, panitia kurban juga harus mengawasi kondisi kesehatan hewan kurban.

"Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah," ujar Niam saat konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (31/5).

Terkait adanya pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, kata Niam, maka umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.

Menurut Niam, umat Islam juga dapat berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak. Sedangkan Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya hendaknya meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.

Lebih lanjut, Niam menjelaskan, daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan. Selain itu, panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban juga wajib menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.

Selanjutnya, menurut Niam, pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, kata dia, bersamaan dengan itu pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.

Dia menamnahkan, pemerintah juga wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban. "Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin," jelas Niam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement