Selasa 31 May 2022 15:38 WIB

Sri Mulyani Proyeksi Inflasi Dua Persen pada 2023

Target ini masih cukup realistis di tengah kenaikan harga sejumlah komoditas.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Paripurna ke-24 DPR RI masa persidangan V tahun sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Pemerintah memproyeksikan inflasi sebesar dua persen sampai empat persen pada 2023.
Foto: Prayogi/Republika.
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Paripurna ke-24 DPR RI masa persidangan V tahun sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Pemerintah memproyeksikan inflasi sebesar dua persen sampai empat persen pada 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memproyeksikan inflasi sebesar dua persen sampai empat persen pada 2023. Adapun target ini masih cukup realistis di tengah harga sejumlah komoditas menembus rekor tertinggi pada tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, saat ini dinamika ekonomi global tengah diwarnai tingginya tekanan inflasi akibat melonjaknya harga komoditas. Terutama setelah invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.

Baca Juga

"Kami berpandangan asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran dua sampai empat persen masih cukup realistis. Meski kita memahami dinamika yang sering muncul secara sangat tiba-tiba," ujarnya saat rapat paripurna DPR, Selasa (31/5/2022).

Menurut Sri Mulyani, saat ini peningkatan harga komoditas global sangat terlihat dampaknya terhadap inflasi di negara seperti Amerika Serikat yang sebesar 8,4 persen, Inggris sembilan persen, dan Eropa di atas tujuh persen. Kemudian inflasi di negara berkembang juga meningkat di atas tujuh sampai delapan persen, bahkan di negara seperti Argentina mencapai 58 persen dan Turki 70 persen pada April 2022.

"Tekanan inflasi domestik turut terlihat yakni pada April 2022 mencapai 3,5 persen, tapi masih relatif lebih rendah dibandingkan berbagai negara maju maupun emerging countries," ucapnya.

Dari sisi lain, berbagai lembaga internasional memperkirakan bahwa harga komoditas akan mulai melandai dan lebih rendah pada tahun depan. Sedangkan pada 2023, beberapa lembaga internasional memprediksi harga komoditas akan melandai, lebih rendah dibandingkan 2022 meski masih berada level yang tinggi.

"Laju inflasi global tahun depan pun diperkirakan lebih rendah dibanding tahun ini akibat pengetatan moneter yang mengendalikan sisi permintaan dan mulai meredanya commodity boom, sehingga pemerintah menilai bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran dua sampai persen masih cukup realistis," kata Sri Mulyani menjelaskan.

Tak hanya itu, kata dia, pemerintah juga berusaha mengendalikan laju inflasi salah satunya melalui pemberian subsidi untuk mempertahankan harga jual BBM, LPG dan listrik agar tidak sepenuhnya naik akibat kenaikan harga global.

Dia menegaskan APBN berperan sebagai shock absorber yaitu melindungi masyarakat agar daya belinya tidak tergerus dan melindungi momentum pemulihan ekonomi agar tetap terjaga.

"Oleh karena itu untuk tahun ini kami meminta persetujuan DPR untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi yang nilainya diperkirakan di atas Rp 520 triliun," ucapnya.

Menurutnya kebijakan pengendalian inflasi turut ditempuh bersama Bank Indonesia (BI) melalui forum koordinasi yang kuat dan forum tim pengendali inflasi nasional baik di tingkat pusat maupun daerah. Adapun upaya-upaya pengendalian inflasi tersebut telah berhasil menjaga inflasi Indonesia pada level yang relatif rendah dibandingkan berbagai negara.

"Berbagai kebijakan untuk melindungi masyarakat seperti melalui subsidi dan bantuan sosial terus dilakukan sebagai strategi pemulihan ekonomi dan menjaga daya beli melalui pengendalian inflasi," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement