Senin 30 May 2022 19:57 WIB

Baleg Setujui Harmonisasi RUU Papua Barat Daya

Dari sembilan fraksi yang hadir, hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak setuju.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang (RUU) tentang Papua Barat Daya.
Foto: Antara
Ilustrasi. Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang (RUU) tentang Papua Barat Daya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang (RUU) tentang Papua Barat Daya. Persetujuan dilakukan dengan keputusan tanpa merevisi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

"Kami meminta persetujuan kepada rapat, apakah hasil harmonisasi (RUU) Provinsi Papua Barat Daya dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dijawab setuju oleh peserta rapat, Senin (30/5/2022).

Baca Juga

Dari sembilan fraksi yang hadir dalam rapat pleno tersebut, hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak setuju. Salah satu alasannya adalah pertimbangan keuangan negara yang masih dalam proses pemulihan ekonomi dan pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara.

"Proses persiapan pembentukan hingga penyelenggaraan DOB membutuhkan dana hingga triliunan rupiah. Padahal keuangan negara masih mengalami defisit yang bertambah setiap tahunnya," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat Debby Kurniawan.

Pemerintah dan DPR juga diminta untuk lebih mendengarkan suara aspirasi masyarakat Papua secara lebih mendalam tentang pemekaran wilayah. Sebab, prosesnya akan berdampak pada kondisi sosial, adat, dan budaya masyarakat setempat.

Di samping itu, pemerintah seharusnya terlebih dahulu mengevaluasi terlebih dahulu pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dari hasil evaluasi tersebut, dapat diketahui apakah pemekaran benar-benar merupakan hal yang urgen atau tidak. "Termasuk juga mengetahui apakah memang pemekaran wilayah ini sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemajuan kehidupan rakyat Papua," ujar Debby.

Pembentukan provinsi baru juga perlu memperhatikan kondisi keuangan negara. Ia tak ingin negara akan semakin terbebani dengan defisit anggaran akibat pemekaran wilayah di Papua.

"Fraksi Partai Demokrat meminta rancangan undang-undang tentang Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua Barat Daya ini dikembalikan kepada pengusul. Sampai benar-benar mendapatkan masukan yang komprehensif dari seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Papua," ujar Debby.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement