Senin 30 May 2022 19:08 WIB

Makin Banyak Non-Muslim Minati Produk Halal Sejak Pandemi Covid-19

Non-Muslim menggunakan sertifikasi halal untuk memastikan keamanan produk mereka.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Makanan halal (ilustrasi). Makin Banyak Non-Muslim Minati Produk Halal Sejak Pandemi Covid-19
Foto: republika.co.id
Makanan halal (ilustrasi). Makin Banyak Non-Muslim Minati Produk Halal Sejak Pandemi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kepala Badan Akreditasi Halal (HAK) di Turki Zafer Soylu mengatakan terjadi peningkatan permintaan produk-produk halal oleh negara-negara non-Muslim selama pandemi Covid-19. Hal ini membuktikan secara tidak langsung, mereka percaya makanan umat Muslim adalah makanan sehat.

 

Baca Juga

“Pentingnya makanan yang aman, sehat, bersih telah muncul dengan adanya pandemi. Terutama di Timur Jauh, konsumen non-Muslim mulai menunjukkan permintaan yang tinggi terhadap produk bersertifikat halal,” katanya dilansir dari Daily Sabah, Senin (30/5/2022).

 

Soylu menuturkan, saat ini sertifikasi halal digunakan tidak hanya di bidang yang terkait dengan makanan tetapi juga di sektor jasa.  Ia melanjutkan standar halal Turki didasarkan pada 16 pedoman yang diterbitkan oleh Organisasi Standar Kerjasama Islam (IOC) dan Institut Metrologi Negara Islam (SMIIC) di bidang ini.

 

“Standar ini tampaknya hanya berisi aturan Islam dan fikih, tetapi aspek lain dari pekerjaan yang kita bicarakan tidak boleh dilupakan. Produk yang higienis, bersih, sehat, tidak memberikan informasi yang salah dan menyesatkan kepada konsumen dan bahkan kualitas berada dalam lingkup standar halal. Standar SMIIC meliputi aspek higienis, kebersihan dan kesehatan serta dimensi fiqih,” ujarnya

 

Soylu menyatakan mereka melihat peningkatan minat pada standar halal oleh negara-negara non-Muslim dan populasi mereka. "Ada permintaan untuk semua produk bersertifikat halal sebelum pandemi, permintaan ini meningkat sekarang karena pentingnya faktor-faktor tersebut terungkap dengan pandemi,” kata dia.

Sertifikasi halal terutama muncul dan menyebar luas di negara-negara non-Muslim. Banyak orang-orang yang tinggal di negara-negara non-Muslim menggunakan sertifikasi halal untuk memastikan keamanan produk mereka. 

 

“Sebagian besar (pesanan dalam) aplikasi kepada kami berasal dari negara-negara non-Muslim,” ujarnya.

 

Ia berharap agar sistem internasional dapat dibentuk untuk pengakuan atas sertifikat halal ini, yang dikeluarkan sesuai dengan 16 standar yang ditentukan oleh SMIIC. “Perdagangan internasional harus berjalan atas dasar standar ini. Sertifikat halal yang dikeluarkan di satu negara harus berlaku di negara lain dalam kondisi normal,” ujarnya.

 

Untuk itu harus ada mekanisme akreditasi. Penting bagi lembaga sertifikasi halal untuk menerbitkan sertifikat sesuai dengan status akreditasi yang diberikan oleh lembaga akreditasi yang diakui oleh SMIIC. 

 

Dokumen juga harus dapat diterima di seluruh dunia. Sayangnya, saat ini, berbagai negara memiliki standar halal dan pendekatan sertifikasi halal yang berbeda. 

 

“Sistem akreditasi dan inspeksi yang berbeda menimbulkan biaya bagi eksportir kita,” jelasnya.

 

Menurutnya, banyak eksportir makanan mendapatkan sertifikat halal yang berbeda untuk negara yang berbeda, dan biayanya sangat tinggi. “Jika Anda tidak dapat membangun mekanisme saling pengakuan dan memberikan pengakuan bersama atas sertifikat halal, biaya bagi produsen dan konsumen meningkat. Mereka juga ragu tentang produk mana yang halal dan bersih,” kata Soylu.

 

Pasar halal global mencapai sekitar tujuh triliun dolar AS yang sebagian besar melayani Muslim tetapi juga menarik mereka yang lebih memilih produk yang diperiksa secara menyeluruh. Produk bersetifikat halal melingkupi kosmetik, produk kimia dan pembersih, produk pertanian, makanan, energi, pariwisata, dan keuangan. Turki, yang merupakan rumah bagi populasi besar yang mengidentifikasi dirinya sebagai Muslim, berusaha menjadi pelopor dalam bidang ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement