Legislator Minta Pemerintah Tindaklanjuti Temuan BPK Terkait Kejanggalan Vaksinasi BPOM

Ketidakcermatan distribusi vaksin tak boleh dimaklumi begitu saja tanpa ada evaluasi

Ahad , 29 May 2022, 14:26 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait sejumlah kejanggalan dalam proses pengadaan dan vaksinasi Covid-19 di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).  (ilustrasi).
Foto: dok. Istimewa
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait sejumlah kejanggalan dalam proses pengadaan dan vaksinasi Covid-19 di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait sejumlah kejanggalan dalam proses pengadaan dan vaksinasi Covid-19 di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Netty meminta pemerintah untuk menindaklanjuti temuan tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.

"Temuan BPK ini harus segera diselidiki lebih lanjut, jangan anggap enteng dan seperti angin lalu. Jika vaksin yang beredar tanpa melalui izin, bagaimana kita bisa memastikan kualitasnya?” kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/5/2022) lalu.

Baca Juga

BPK mencatat bahwa sebanyak 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa melalui penerbitan izin bets atau lot release. Netty mengatakan dalam laporannya, BPK juga mengatakan sarana dan prasarana vaksin belum sepenuhnya menggunakan dasar perhitungan yang sesuai dengan kondisi terkini serta minimnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

"Ini adalah persoalan serius yang akan berdampak pada kesiapan kita sebagai bangsa dalam pengendalian pandemi Covid-19," ujarnya.

Menurutnya ketidakcermatan distribusi vaksin tidak boleh dimaklumi begitu saja tanpa ada proses evaluasi dan investigasi. Ia mengimbau jangan sampai hanya karena alasan kedaruratan, semua rambu dan norma dalam menjalankan kebijakan yang bagus ditabrak begitu saja.

Selain menjadi salah satu cara melindungi masyarakat dari pandemi, Netty berharap vaksin yang pengadaannya menggunakan anggaran yang besar tentu harus dilakukan penyelidikan secara menyeluruh.

"Jangan biarkan pelanggaran dianggap biasa dan menguap begitu saja" tuturnya.

Sebelumnya, dalam laporan IHPS II, BPK menemukan kejanggalan dalam proses pengadaan dan vaksinasi Covid-19 di BPOM. Di antaranya, BPK mencatat sebanyak 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa melalui penerbitan izin bets atau lot release.

Selain itu, vaksin tersebut juga belum menyediakan informasi bets/lot release yang tepat waktu, lengkap, dan dapat diakses real time oleh pihak yang membutuhkan. BPK juga menyoroti pengawasan distribusi vaksin yang belum memadai.

Temuan tersebut terjadi karena Unit Pelaksana Teknis (UPT) belum didukung dengan peralatan verifikasi suhu yang memadai dan hasil pengawasan distribusi vaksin Covid-19 pada fasyankes belum dimanfaatkan secara optimal untuk perbaikan distribusi vaksin.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy juga telah angkat bicara terkait temuan BPK tersebut.  Muhadjir pun meyakini vaksin Covid-19 yang beredar dan diberikan ke masyarakat sudah aman. Ia juga meyakini tak ada merk lain yang masuk ke Indonesia tanpa persetujuan dari BPOM.

"Kalau ada mustahil. Semua itu kan tercatat oleh PeduliLindungi dan pelaksanaannya juga jelas, itu disalurkan ke siapa, siapa yang bertanggung jawab vaksinatornya. Kalau yang dimaksud ada vaksin yang belum dapat persetujuan BPOM, saya kira tidak mungkin," kata Muhadjir. (Febrianto Adi Saputro)

Sumber : antara